Auksin adalah zat yang di temukan pada ujung batang, akar, pembentukan bunga yang berfungsi untuk sebagai pengatur pembesaran sel dan memicu pemanjangan sel di daerah belakang meristem ujung. Hormon auksin adalah hormon pertumbuhan pada semua jenis tanaman.nama lain dari hormon ini adalah IAA atau asam indol asetat. Letak dari hormon auksin ini terletak pada ujung batang dan ujung akar.
Fungsi dari hormon auksin ini dalah membantu dalam proses mempercepat pertumbuhan, baik itu pertumbuhan akar maupun pertumbuhan batang, mempercepat perkecambahan, membantu dalam proses pembelahan sel, mempercepat pemasakan buah, mengurangi jumlah biji dalam buah. kerja hormon auksin ini sinergis dengan hormon sitokinin dan hormon giberelin.tumbuhan yang pada salah satu sisinya disinari oleh matahari maka pertumbuhannya akan lambat karena kerja auksin dihambat oleh matahari tetapi sisi tumbuhan yang tidak disinari oleh cahaya matahari pertumbuhannya sangat cepat karena kerja auksin tidak dihambat.sehingga hal ini akan menyebabkan ujung tanaman tersebut cenderung mengikuti arah sinar matahari atau yang disebut dengan fototropisme.
Untuk membedakan tanaman yang memiliki hormon yang banyak atau sedikit kita harus mengetahui bentuk anatomi dan fisiologi pada tanaman sehingga kita lebih mudah untuk mengetahuinya. sedangkan untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang terang dan gelap diantaranya untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang gelap pertumbuhan tanamannya sangat cepat selain itu tekstur dari batangnya sangat lemah dan cenderung warnanya pucat kekuningan.hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin tidak dihambat oleh sinar matahari. sedangkan untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang terang tingkat pertumbuhannya sedikit lebih lambat dibandingkan dengan tanaman yang diletakkan ditempat gelap,tetapi tekstur batangnya sangat kuat dan juga warnanya segar kehijauan, hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin dihambat oleh sinar matahari.
Cara kerja hormon Auksin adalah menginisiasi pemanjangan sel dan juga memacu protein tertentu yg ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ mengaktifkan enzim ter-tentu sehingga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang akibat air yg masuk secara osmosis.
Auksin merupakan salah satu hormon tanaman yang dapat meregulasi banyak proses fisiologi, seperti pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel serta sintesa protein (Darnell, dkk., 1986).
Auksin diproduksi dalam jaringan meristimatik yang aktif (yaitu tunas , daun muda dan buah) (Gardner, dkk., 1991). Kemudian auxin menyebar luas dalam seluruh tubuh tanaman, penyebarluasannya dengan arah dari atas ke bawah hingga titik tumbuh akar, melalui jaringan pembuluh tapis (floom) atau jaringan parenkhim (Rismunandar, 1988).
Auksin atau dikenal juga dengan IAA = Asam Indolasetat (yaitu sebagai auxin utama pada tanaman), dibiosintesis dari asam amino prekursor triptopan, dengan hasil perantara sejumlah substansi yang secara alami mirip auxin (analog) tetapi mempunyai aktifitas lebih kecil dari IAA seperti IAN = Indolaseto nitril,TpyA = Asam Indolpiruvat dan IAAld = Indolasetatdehid. Proses biosintesis auxin dibantu oleh enzim IAA-oksidase (Gardner, dkk., 1991).
Auksin pertama kali diisolasi pada tahun 1928 dari biji-bijian dan tepung sari bunga yang tidak aktif, dari hasil isolasi didapatkan rumus kimia auksin (IAA = Asam Indolasetat) atau C10H9O2N. Setelah ditemukan rumus kimia auksin, maka terbuka jalan untuk menciptakan jenis auksin sintetis seperti Hidrazil atau 2, 4 - D (asam -Nattalenasetat), Bonvel Da2, 4 - Diklorofenolsiasetat), NAA (asam (asam 3, 6 - Dikloro - O - anisat/dikambo), Amiben atau Kloramben (Asam 3 - amino 2, 5 – diklorobenzoat) dan Pikloram/Tordon (asam 4 – amino – 3, 5, 6 – trikloro – pikonat).
Auksin sintetis ini sudah digunakan secara luas dan komersil di bidang pertanian, dimana batang, pucuk dan akar tumbuh-tumbuhan memperlihatkan respon terhadap auksin, yaitu peningkatan laju pertumbuhan terjadi pada konsentrasi yang optimal dan penurunan pertumbuhan terjadi pada konstrasi yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.
Setelah pemanjangan ini, sel terus tumbuh dengan mensintesis kembali material dinding sel dan sitoplasma. Selain memacu peman-jangan sel, hormon Auksin yg di kombinasikan dengan Giberelin dapat memacu pertumbuhan jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel pada kambium pembuluh sehingga mendukung pertumbuhan diameter batang.
Monday, May 7, 2012
Fungsi Hormon Giberelin
Hormon giberelin secara alami terdapat pada bagian tertentu tumbuhan yaitu pada buah dan biji saat berkecambah. Giberelin pertama kali ditemukan pada tumbuhan sejenis jamur Giberella fujikuroi (Fusarium moniliformae) oleh F.Kurusawa, seorang berkebangsaan Jepang di tahun 1930-an. Ketika itu, ia sedang mengamati penyakit Banane pada tumbuhan padi. Padi yang terserang oleh sejenis jamur memiliki pertumbuhan yang cepat sehingga batangnya mudah patah. Jamur ini kemudian diberi nama Gibberella fujikuroi yang menyekresikan zat kimia bernama giberelin.
Giberelin ini kemudian diteliti lebih lanjut dan diketahui banyak berperan dalam pembentukan bunga, buah, serta pemanjangan sel tumbuhan. Kubis yang diberi hormon giberelin dengan konsentrasi tinggi, akan mengalami pemanjangan batang yang mencolok.
Giberelin ini kemudian diteliti lebih lanjut dan diketahui banyak berperan dalam pembentukan bunga, buah, serta pemanjangan sel tumbuhan. Kubis yang diberi hormon giberelin dengan konsentrasi tinggi, akan mengalami pemanjangan batang yang mencolok.
Pengaruh giberelin terhadap pertumbuhan tanaman
Giberelin adalah zat tumbuh yang sifatnya sama atau menyerupai hormon auksin, tetapi fungsi giberelin sedikit berbeda dengan auksin. Fungsi giberelin adalah membantu pembentukan tunas/ embrio, Jika embrio terkena air, embrio menjadi aktif dan melepaskan hormon giberelin (GA). Hormon ini memacu aleuron untuk membuat (mensintesis) dan mengeluarkan enzim. Enzim yang dikeluarkan antara lain: enzim α-amilase, maltase, dan enzim pemecah protein. Menghambat perkecambahan dan pembentukan biji. Hal ini terjadi apabila giberelin diberikan pada bunga maka buah yang terbentuk menjadi buah tanpa biji dan sangat nyata mempengaruhi pemanjangan dan pembelahan sel. Hal itu dapat dibuktikan pada tumbuhan kerdil, jika diberi giberelin akan tumbuh normal, jika pada tumbuhan normal diberi giberelin akan tumbuh lebih cepat.
Fungsi hormon giberelin dapat dirangkum sebagai berikut:
• Menyebabkan tanaman berbunga sebelum waktunya
• Menyebabkan tanaman tumbuh tinggi
• Memacu aktivitas kambium
• Menghasilkan buah yang tidak berbiji
• Membantu perkecambahan biji
• Menyebabkan tanaman tumbuh tinggi
• Memacu aktivitas kambium
• Menghasilkan buah yang tidak berbiji
• Membantu perkecambahan biji
Pengaruh Giberelin pada Pertumbuhan Batang. Giberelin seperti halnya auksin memegang peranan penting dalam pertumbuhan batang, namun dapat menyebabkan pertumbuhan batang menjadi terlalu panjang. Sebaris jagung kerdil dapat dibuat supaya
tumbuh seperti jagung biasa dengan memberinya giberelin berkali-kali. Anehnya, pertumbuhan jagung biasa tidak dapat ditingkatkan dengan giberelin.
tumbuh seperti jagung biasa dengan memberinya giberelin berkali-kali. Anehnya, pertumbuhan jagung biasa tidak dapat ditingkatkan dengan giberelin.
Wednesday, February 22, 2012
Tips Meminimalkan Residu Pestisida Pada Sayur dan Buah
Kini makin banyak sayur dan buah yang mengalami pemupukan dan penyemprotan hama dan penyakit pada tanaman budidaya dengan pestisida. Sisa dan residu pestisida yang mengendap dalam buah dan sayur itulah yang lantas akan sampai ke dapur kita. Tentu berbahaya bagi kesehatan! Apalagi jika terakumilasi secara terus-menerus dan dalam waktu panjang. Solusinya memang bisa memilih produk pangan organik. Masalahnya, produk organik masih kurang di pasaran dan harganya pun lebih mahal. Jika sayur dan buah organik sulit didapat, sayur dan buah biasa tak perlu dimusuhi. Ini tipsnya!
Cuci sayur dan buah dengan air mengalir. Cara ini dapat mengurangi 20%-70%
residu pestisida yang menempel, itu pun tergantung jenis pestisidanya.
Cuci bagian-bagian tanaman dengan detil, misalnya pada
lipatan halus, tangkai bayam, serta gumpalan kuntum bunga kol dan brokoli.
Cuci dengan air mengalir. Tidak disarankan mencuci dengan
direndam, karena racun yang telah larut dapat menempel kembali pada sayur dan
buah. Sayangnya, pestisida sistemik, yaitu pestisida yang masuk melalui tanah,
air atau udara lalu menyebar ke seluruh jaringan tanaman dan mengendap di daun
atau bagian lain tanaman, tidak dapat hilang hanya dengan pencucian.
Cuci dengan sabun khusus food grade. Misalnya, Pigeon Liquid
cleanser, Mama Lemon, Sunlight, Morning Fresh dan Sleek. Cara ini dapat mengurangi residu
yang menempel, terutama jika pada kulit masih terdapat lilin (parafin) atau
minyak yang menyerap partikel pestisida. Lapisan parafin yang tampak mengkilat
ini dimaksudkan untuk mengurangi penguapan sehingga buah tidak cepat keriput.
Setelah dicuci dengan sabun, sayur dan buah harus dibilas dengan baik agar
tidak ada sisa sabun yang tertinggal.
Kupas kulit buah. Ini cara efektif menurunkan residu
pestisida, jika kulit tersebut mampu menghambat pemindahan tempat atau
translokasi zat racun ke jaringan lainnya.
Kupas kulit buah dengan pisau jangan digigit dengan gigi.
Tanaman umbi-umbian, seperti kentang, bawang, dan ubi juga
perlu dikupas karena pestisida dapat masuk melalui tanah.
Buang lapisan luar sayur. Jangan segan membuang lapisan
terluar dari sayuran yang berlapis-lapis, seperti selada, kol, dan sawi. Bagian
terluar ini paling banyak terpapar pestisida.
Rendam dengan air panas. Cara ini efektif menurunkan residu
38%-97%, karena terjadi pelepasan dan penguraian pestisida ke dalam air dan uap
air.
Rebus sayuran.
Seperti halnya merendam dengan air panas, cara ini menurunkan residu pada
sayuran jauh lebih rendah daripada bahan mentahnya, termasuk residu pestisida
sistemik.
Dengan adanya pencucian pada sayur dan buah-buahan ini diharapkan para konsumen tetap bisa mendapatkan vitamin dan gizi yang terdapat pada sayur dan buah serta meminimalisir masuknya residu pestisida di tubuh.
Dengan adanya pencucian pada sayur dan buah-buahan ini diharapkan para konsumen tetap bisa mendapatkan vitamin dan gizi yang terdapat pada sayur dan buah serta meminimalisir masuknya residu pestisida di tubuh.
Monday, February 6, 2012
Petani Tak Setuju Penepatan Pintu Masuk Bawang Impor
Sebagai daerah sentra penghasil bawang merah di Indonesia, petani dan pedagang di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, tidak setuju terhadap penetapan empat pelabuhan sebagai pintu masuk bawang impor. Keempat titik itu, selama ini menjadi tempat pemasaran terbesar bawang lokal khususnya dari Brebes.
"Jika tetap dilaksanakan, justru semakin mendekatkan pasar bawang impor ke konsumen. Akibatnya, pemasaran bawang lokal akan tergusur dengan bawang impor yang membanjiri empat pintu masuk tersebut. Dampaknya, petani dan pedagang yang dirugikan. Mereka akan kesulitan memasarkan bawang ke luar pulau Jawa," kata Sekretaris Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) Pusat, Juwari, Minggu 05 Februari 2012 di Brebes.
Menurutnya, masuknya bawang impor secara jojoran ke Kabupaten Brebes, tidak hanya menyebabkan harga komoditas pertanian itu jatuh, namun berimbas juga munculnya hama dan penyakit tanaman baru seperti penyakit lulup yang kini menyerang sebagian besar tanaman. Akibatnya, petani gagal panen. Penyakit itu menyerang ke daun tanaman, kemudian mengering dan mati.
Penyakit itu diduga muncul akibat dibawa oleh bibit bawang impor yang masuk besar-besaran di tahun 2010 lalu. Saat itu petani yang menggunakan bibit bawang impor gagal panen. Di tahun 2011, kondisinya lebih mengkhawatirkan. Penyakit itu sudah mampu menyerang tanaman dengan bibit lokal. Hasil panen jelek, bahkan banyak yang gagal panen.
"Parahnya lagi, hingga kini obat untuk mengatasi penyakit ini belum ada," tandas Juwari.
Karena itu, ABMI mendesak Menteri Pertanian untuk meninjau ulang Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 90 tahun 2011, tentang Pintu Masuk Bawang Impor.
Permentan itu, dinilai ABMI semakin memberikan peluang bawang impor masuk Indonesia, dan mematikan pasaran bawang lokal, khususnya dari Brebes dan daerah sekitar.
FP : Brebes Kota Ku.
"Jika tetap dilaksanakan, justru semakin mendekatkan pasar bawang impor ke konsumen. Akibatnya, pemasaran bawang lokal akan tergusur dengan bawang impor yang membanjiri empat pintu masuk tersebut. Dampaknya, petani dan pedagang yang dirugikan. Mereka akan kesulitan memasarkan bawang ke luar pulau Jawa," kata Sekretaris Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) Pusat, Juwari, Minggu 05 Februari 2012 di Brebes.
Menurutnya, masuknya bawang impor secara jojoran ke Kabupaten Brebes, tidak hanya menyebabkan harga komoditas pertanian itu jatuh, namun berimbas juga munculnya hama dan penyakit tanaman baru seperti penyakit lulup yang kini menyerang sebagian besar tanaman. Akibatnya, petani gagal panen. Penyakit itu menyerang ke daun tanaman, kemudian mengering dan mati.
Penyakit itu diduga muncul akibat dibawa oleh bibit bawang impor yang masuk besar-besaran di tahun 2010 lalu. Saat itu petani yang menggunakan bibit bawang impor gagal panen. Di tahun 2011, kondisinya lebih mengkhawatirkan. Penyakit itu sudah mampu menyerang tanaman dengan bibit lokal. Hasil panen jelek, bahkan banyak yang gagal panen.
"Parahnya lagi, hingga kini obat untuk mengatasi penyakit ini belum ada," tandas Juwari.
Karena itu, ABMI mendesak Menteri Pertanian untuk meninjau ulang Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 90 tahun 2011, tentang Pintu Masuk Bawang Impor.
Permentan itu, dinilai ABMI semakin memberikan peluang bawang impor masuk Indonesia, dan mematikan pasaran bawang lokal, khususnya dari Brebes dan daerah sekitar.
FP : Brebes Kota Ku.
Sunday, February 5, 2012
Ayo Berbudidaya Terong!
Cara Budidaya Terong. Prospek budidaya tanaman terong makin
baik untuk dikelola secara intensif dan komersial dalam skala agribisnis, namun
hasil rata-ratanya masih rendah. Hal ini disebabkan bentuk kultur budidaya yang
masih sampingan, belum memadainya informasi teknik budidaya di tingkat petani.
Deskripsi Terong
Terong (Solanum melongena) merupakan tanaman
setahun berjenis perdu yang dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 60-90 cm. Daun
tanaman ini lebar dan berbentuk telinga. Bunganya berwarna ungu dan merupakan
bunga yang sempurna, biasanya terpisah dan terbentuk dalam tandan bunga.
Manfaat Terong
Buah terung sudah
sangat dikenal masyarakat dan banyak digunakan sebagai lalap (sayuran segar)
atau disayur. Hal ini disebabkan oleh rasa buah terung yang enak dan banyak
mengandung vitamin.
Jenis - Jenis Terong
1. Terong Pipit atau Terong Lalap
Biasa disebut terong
mini karena ukurannya yang kecil. Bentuknya bulat, selain berwarna hijau, juga
ada yang berwarna ungu. Umumnya dimakan sebagai lalapan dan biasa terhidang di
menu masakan Sunda, seperti karedok (pecel dengan sayuran serba mentah).
2. Terong Telunjuk
Bentuknya panjang
seperti telunjuk, dan lazim terdapat di menu masakan Sumatera. Misalnya,
dimasak untuk bumbu gulai dengan campuran udang atau daging sapi serta disambal
balado, dapat juga ditumis dengan tambahan tauco.
3. Terong Ungu
Jenis ini yang paling
terkenal dari terong. Bentuknya beragam, ada yang bulat dan yang panjang. Jenis
terong ungu dengan warna lebih tua dijuluki terong jepang karena sering
digunakan pada kuliner Jepang, seperti tempura. Selain kering, rasanya juga
renyah. Sementara yang warnanya tidak terlalu gelap, berkarakter lebih lunak.
Ada juga yang berwarna hijau, dan biasa dimasukkan sebagai bahan sayur lodeh.
4. Terong Belanda
Bentuknya lonjong
menyerupai telur namun lebih runcing ujungnya. Daging buahnya banyak mengandung
sari buah, rasanya agak asam, berwarna agak hitam sampai kekuning-kuningan,
kulit buah tipis. Sewaktu belum matang, warnanya kuning lalu berubah menjadi
ungu ketika sudah matang. Bijinya bulat pipih, tipis dan keras. Berbeda dengan
jenis terong lain, terong belanda ini biasa diolah menjadi jus.
Syarat Tumbuh Terong
Terung sangat mudah
dibiakkan karena ia dapat hidup di daerah dataran rendah hingga dataran tinggi
sekitar 1.200 m dpl. Namun demikian, tanah itu harus memiliki cukup banyak
kandungan bahan organik dan berdrainase baik. Selain itu, pH tanah harus
berkisar antara 5-6 agar pertumbuhannya optimal.
- Dapat tumbuh di
dataran rendah tinggi
- Suhu udara 22 – 300C
- Jenis tanah yang
paling baik, jenis lempung berpasir, subur, kaya bahan organik, aerasi dan
drainase baik dan pH antara 6,8-7,3
- Sinar matahari
harus cukup
- Cocok ditanam musim
kemarau
Pedoman Budidaya Terong
BENIH DAN PERSEMAIAN
Benih terung
sebaiknya disemaikan dulu sebelum ditanam pada lahan yang tetap. Pembuatan
bedengan dan cara penyemaian terung tidaklah berbeda seperti perlakuan pada
tomat. Hanya saja kebutuhan benih terung berbeda dengan benih tomat. Untuk
lahan seluas 1 ha, diperlukan 500 g benih terung dengan daya kecambah 75070.
Bibit terung berada di persemaian hingga berumur kurang lebih 1,5 bulan atau
kira-kira telah berdaun empat helai. Setelah itu bibit terung sudah siap untuk
dipindahkan di lahan penanaman.
PENANAMAN
Lahan penanaman
disiapkan dan diolah terlebih dahulu, kemudian di bentuk bedengan. Bedengan
dibuat selebar antara 1,2 – 1,4 cm dan panjang sesuai lahan. Kemudian bedengan
dibuatkan lubang tanam masing-masing berjarak sekitar 60 cm. Jarak antarbarisan
lubang tanam 70-80 cm. Setiap bedengan memuat dua barisan tanaman. Di antara
bedengan, haruslah dibuat parit yang berfungsi sebagai jalan dan pembuangan air
saat musim hujan. Hal ini penting dilakukan karena terung tidak tahan genangan
air. Selanjutnya setiap lubang tanam diberi pupuk kandang atau kompos sebanyak
0,5-1 kg agar tanah cukup mengandung bahan organik. Setelah lahan disiapkan,
sebaiknya bibit yang telah siap tanam dimasukkan secara tegak lurus ke dalam
lubang tanam. Kemudian di sekitar lubang tanam disirami air agar tanah cukup
lembap, tetapi tidak sampai tergenang.
Pemeliharaan Terong
Setelah tanam,
penyiraman dilakukan kembali setiap 3 hari sekali hingga saat berbunga. Ketika
masa berbunga, penyiraman dilakukan 2 hari sekali. Namun, apabila penanaman
dilakukan pada daerah kering, maka penyiraman dapat dilakukan lebih sering agar
tanaman tidak layu kekeringan. Pemupukan pada terung dilakukan tiga kali, yaitu
sebagai pupuk dasar, susulan I, dan susulan II. Pupuk dasar diberikan saat
tanah mulai diolah, pupuk susulan I diberikan 7 -14 hari sesudah tanam, dan
pupuk susulan II diberikan saat tanaman mulai berbunga. Dosis pemupukan
bervariasi untuk setiap jenis terung dan jenis tanahnya, lihat pada Tabel
berikut.
WAKTU DAN DOSIS PEMUPUKAN TERUNG
No Jenis pupuk Total
Pupuk Dasar Pupuk susulan I II 1. Pupuk kandang 15 ton 15 ton 2. Urea 300 kg
100 kg 100 kg 100 kg 3. TSP 200 kg 200 kg 4. KCI 200 kg 200 kg Sumber : Rush
Hukum, kk.,1990. Pemeliharaan selanjutnya seperti penyiangan dan pendangiran dilakukan
bersamaan dengan pemberian pupuk susulan. Namun, bila dirasa perlu, penyiangan
dan pendangiran dapat dilakukan lebih sering. Tanaman terung memerlukan
penyangga agar cabang lateralnya tidak raboh terkena angin atau hujan. Ajir
dapat dibuat dari bambu atau kawat setinggi 60-90 cm.
Hama dan Penyakit Terong
HAMA APHIS (KUTU DAUN)
Serangan hama ini
ditandai dengan mengerutnya daun karena mengering. Daunnya berwarna kuning.
Pemberantasannya umumnya dilakukan dengan Counter 50/1,8 SP dan Phoscormite 18
EC. Tungau (Tetranychus) Serangan
hama ini ditandai dengan pertumbuhan tanaman terung menjadi abnormal. Daun
pucuk atau tunas yang terserang berubah menjadi keriput dan berwarna kuning.
Hama ini menyerang daun dan cabang muda dengan cara mengisap cairan dalam jaringan
tanaman. Pengendalian serangan dilakukan dengan menggunakan Phoscormite 18 EC
(0,5ml/liter) dan Nugor 400 EC (1ml/liter)
PENYAKIT KARAT DAUN
Serangan penyakit ini
ditandai dengan adanya bercak-bercak kuning (blight) dan kanker pada daun
maupun -tanaman. Penyebabnya adalah Phomopsis vexans (Sacc & Syd) Harter
atau Diaphote vexans Gratz. Penyakit ini sulit diberantas. Untuk itu, sebaiknya
pada awal penanaman digunakan SAAF 75 WP ( 2gr/liter ).
BUSUK AKAR
Serangan penyakit ini
ditandai dengan warna daun menjadi lebih hijau, lalu menjadi kuning, dan
akhirnya mati. Penyebabnya adalah cendawan Yerticilium alboatrum yang menyerang
akar dan pembuluh pada jaringan tanaman. Pencegahan serangan selanjutnya dengan
menggunakan SAAF 75 WP (2gr/liter). Sebenarnya penyakit ini dapat dikendalikan
dengan perlakuan tanah, antara lain fumigasi, drainase yang baik, dan rotasi
tanaman dengan tanaman selain jenis terung-terungan.
Panen dan Pasca Panen Terong
Umur terung yang
dapat dipanen tergantung dari varietas yang ditanam. Namun, secara umum terung
dapat dipanen sekitar 4 bulan atau 90 hari sejak semai. Selanjutnya selang
seminggu sekali, buah terung dapat dipanen 6-7 kali. Dalam pemanenan,
diperhitungkan pula lama pengangkutan sampai ke tangan konsumen. Sebaiknya
terung yang dipetik adalah buah muda yang bijinya belum keras dan daging
buahnya belum liat. Apabila pengangkutan memerlukan waktu lama, maka sebaiknya
terung dipetik sebelum masak, tapi sudah tampak bernas (berisi). Waktu panen sebaiknya
dilakukan saat pagi hari atau sore hari. Hindari waktu panen saat terik
matahari karena dapat mengganggu tanaman dan membuat kulit terung menjadi
keriput (kering) sehingga menurunkan kualitas
Friday, February 3, 2012
Ayo Berbudidaya Timun!
Pengolahan Tanah
1. Tanah diolah
sampai gembur, misal dengan cangkul atau di bajak sedalam kurang lebih 20 cm
2. Di buat bedengan
dengan ukuran 80 X 300 cm
3. Jarak antara
bedengan 20 cm
4. Di buat parit
dengan kedalam 3 cm
5. Penanaman
• Penanaman dengan
cara di tugal
• Dalamnya lubang
tugalan 5-7 cm dan jarak antara lubang (jarak tanam) 40x40 cm
• Setiap lubang
tugalan diisi dengan 2-3 biji, lalu di tutup dengan tanah (tapi jangan di
padatkan) atau di tutup dengan abu sekam
• Penanaman di
laksanakan pada akhir musim hujan
Penggunaan Bibit Unggul
Syarat benih yang
baik di tanam;
1. Bernas (berwarna
mengkilap)
2. Bebas dari
serangan hama dan penyakit
3. Tidak keriput dan
basah
4. Bersih ( tidak
tercampur dengan biji rerumputan atau kotoran lain)
5. Daya tumbuhnya
lebih dari 90%
6. Kecepatan
tumbuhnya baik
7. Kadar air 13-14%
Pemupukan
1. Pupuk yang di
gunakan berupa pupuk alam (kandang atau kompos), jika ada bisa pula dengan
pupuk buatan (UREA, TSP dan KCL)
2. Pupuk alam di
berikan secara merata pada waktu pengolahan tanah
3. Pupuk Urea
sebanyak 75 Kg/ha, dimana 25 - 35 Kg diberikan pada saat tanam dan sisanya di
berikan setelah penyiangan kesatu (15-20 hari)
4. Pupuk TSP sebanyak
40 Kg/ha di berikan pada waktu tanam yang di sebar ara merata
5. Pupuk KCL 20 kg/ha
diberikan pada saat tanam
Pengairan atau irigasi
1. Jika keadaan
tanahnya kurang lembab, tanah perlu diairi, pengairannya sekedar membasahi
tanah
2. Cara mengairinya
bisa dengan cara di leb (mengari petakan sebentar) atau memasukan air ke dalam
saluran / parit sampai tanah cukup lembab
3. Saat pemberian air
di lakukan dengan sewaktu:
4. Berkecambah umur
(0-4 hari)
5. Awal pertumbuhan
Vegetatif (pertumbuhan batang dan daun) kurang lebih umur 15-20 hari
6. Diairi 3 hari
sekali
Pemberantasan gulma, hama dan penyakit
1. Gulma
Pemberantasan gulma
di semprot dengan pertisida Weed Up 480 SL (hanya untuk memberantas biji rumput
/ rumput) di lakukan pada saat tanam dan saat berbunga.
2. Hama
a. Lalat Bibit
• Pergiliran tanam
dengan tanaman bukan mentimun
• Menutup lubang
tanaman dengan mulsa atau tanah
• Biji mentimun di
campur dengan insektisida (jika ada) misal dengan Furadan 3 G sebanyak 200 gram
untuk setiap 1 Kg benih
• Caranya biji
mentimun langsung di campur dan di aduk rata dengan insektisida
• Menyemprotkan
insektisida pada saat tanaman berumur 7-8 hari setelah tanam, misal dengan
Camacron 500 EC (2ml/liter).
b. Kepik Hijau
• Pergiliran tanaman
dengan tanaman bukan mentimun
• Memusnahkan telur
atau kepongpongnya
• Disemprot dengan
insektisida misalnya dengan Dursban 200 EC (2ml/liter), Imidagold 200 SL
(1ml/liter), atau dengan Counter 50/1,8 SP (1gr/liter) yang di lakukan pada saat tanaman berumur 20
hari setelah tanam
3. Penyakit Karat
daun
Gejala:
• Pada daun pertama
terdapat bintik -bintik kecil, bintik - bintik akan menyatu menjadi bercak -
bercak
• Bercak akan
berkembang / menular ke bagian daun atasnya sesuai bertambahnya umur tanaman
• Bercak terutama
banyak terdapat di bagian bawah daun dan warna bercak coklat (sperti karat.
Pengendalian:
• Tanaman yang
terserang penyakit di cabut, kemudian di bakar
• Menyemprotkan
Fungisida SAAF 75 WP (2gr/liter) yang di lakukan mulai umur 20 hari dengan selang
waktu 7 hari sampai tanaman berumur 30 hari di sertai pergiliran tanaman
Thursday, February 2, 2012
Ayo Budidaya Kangkung Darat Semi Organik!
Kangkung darat (Ipomoea sp.) dapat
ditanam di dataran rendah dan dataran tinggi. Daun kangkung panjang, berwarna
hijau keputih-putihan merupakan sumber vitamin pro vitamin A. Berdasarkan
tempat tumbuh, kangkung dibedakan menjadi dua macam yaitu: 1) Kangkung darat,
hidup di tempat yang kering atau tegalan, dan 2) Kangkung air, hidup ditempat
yang berair dan basah.
Petanian organik adalah sebuah bentuk solusi
baru guna menghadapi kebuntuan yang dihadapi petani sehubungan dengan maraknya
intervensi barang-barang sintetis atas dunia pertanian sekarang ini. Dapat
dilihat, mulai dari pupuk, insektisida, perangsang tumbuh, semuanya telah
dibuat dari bahan-bahan yang disintesis dari senyawa-senyawa murni (biasanya un
organik) di laboratorium. Pertanian organik dapat memberi perlindungan terhadap
lingkungan dan konservasi sumber daya yang tidak dapat diperbaharui,
memperbaiki kualitas hasil pertanian, menjaga pasokan produk pertanian sehingga
harganya relatif stabil, serta memiliki orientasi dan memenuhi kebutuhan hidup
ke arah permintaan pasar.
Teknologi Budidaya
1. Benih
Kangkung darat dapat diperbanyak
dengan biji. Untuk luasan satu hektar diperlukan benih sekitar 10 kg. Varietas
yang dianjurkan adalah varietas Sutra atau varietas lokal yang telah
beradaptasi.
2. Persiapan Lahan
Lahan terlebih dahulu dicangkul
sedalam 20-30 cm supaya gembur, setelah itu dibuat bedengan membujur dari Barat
ke Timur agar mendapatkan cahaya penuh. Lebar bedengan sebaiknya adalah 100 cm,
tinggi 30 cm dan panjang sesuai kondisi lahan. Jarak antar bedengan + 30 cm.
Lahan yang asam (pH rendah) lakukan pengapuran dengan kapur kalsit atau
dolomit.
3. Pemupukan
Bedengan diratakan, 3 hari
sebelum tanam diberikan pupuk kandang (kotoran ayam) dengan dosis 20.000 kg/ha
atau pupuk kompos organik hasil fermentasi (kotoran ayam yang telah
difermentasi) dengan dosis 4 kg/m2. Sebagai pemupukan dasar tambahkan pupuk
anorganik 150 kg/ha Urea (15 gr/m2) pada umur 10 hari setelah tanam. Agar
pemberian pupuk lebih merata, pupuk Urea diaduk dengan pupuk organik kemudian
diberikan secara larikan disamping barisan tanaman, jika perlu tambahkan pupuk
cair 3 liter/ha (0,3 ml/m2) pada umur 1 dan 2 minggu setelah tanam.
4. Penanaman
Biji kangkung darat ditanam di
bedengan yang telah dipersiapkan. Buat lubang tanam dengan jarak 20 x 20 cm,
tiap lubang tanamkan 2 - 5 biji kangkung. Sistem penanaman dilakukan secara
zigzag atau system garitan (baris).
5. Pemeliharaan
Yang perlu diperhatikan adalah
ketersediaan air, bila tidak turun hujann harus dilakukan
penyiraman. Hal lain
adalah pengendalian gulma waktu tanaman masih muda dan menjaga tanaman dari
serangan hama dan penyakit.
6. Pengendalian
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
Hama yang menyerang tanaman
kangkung antara lain ulat grayak (Spodoptera litura F), kutu daun (Myzus
persicae Sulz) dan Aphis gossypii. Sedangkan penyakit antara lain penyakit
karat putih yang disebabkan oleh Albugo ipomoea reptans. Untuk pengendalian,
gunakan jenis pestisida yang aman mudah terurai seperti pestisida biologi,
pestisida nabati atau pestisida piretroid sintetik. Penggunaan pestisida
tersebut harus dilakukan dengan benar baik pemilihan jenis, dosis, volume
semprot, cara aplikasi, interval dan waktu aplikasinya.
7. Panen
Panen dilakukan setelah berumur + 30 hari
setelah tanam, dengan cara mencabut tanaman sampai akarnya atau memotong pada
bagian pangkal tanaman sekitar 2 cm di atas permukaan tanah.
8. Pasca Panen
Pasca panen terutama diarahkan untuk menjaga
kesegaran kangkung, yaitu dengan cara menempatkan kangkung yang baru dipanen di
tempat yang teduh atau merendamkan bagian akar dalam air dan pengiriman produk
secepat mungkin.
Ayo Berbudidaya Bayam!
Bayam (Amaranthus sp) adalah salah satu jenis sayuran daun dari famili
Amaranthaceae yang digemari oleh seluruh lapisan masyarakat, karena rasanya enak,lunak, dapat memberikan rasa dingin
dalam perut dan dapat memperlancar pencernaan. Cara memasak bayam sangat mudah,
cukup memasukkan daun-daun bayam ke dalam air yang sedang mendidih selama
kira-kira 3-5 menit.
Bayam dapat direbus sebagai bahan pecal,
gado-gado,bahkan dibuat keripik bayam, yaitu bayam dicelupkan kedalam
adonan tepung encer kemudian digoreng
kering. Bayam banyak mengandung Vitamin dan garam-garam mineral penting yang
diperlukan tubuh seperti ; kalori 36 kal, Protein 3,5 gr, Lemak 0,5 gr,
Karbohidrat 6,5 gr, Kalsium 267 mg. Fosfor 67 mg, Besi 3,9 mg, Vitamin A 6.090
SI, Vitamin B1 0,08 mg, Vitamin C 80 mg, Air 86,9 gr dan bagian yang dapat
dimakan 71 %.
II. Varietas / Kultivar
Varietas / kultivar
bayam yang biasa diusahakan oleh para petani seperti :
a. Bayam cabut (Amaranthus tricolor)
Batangnya ada yang berwarna kemerah-merahan
(bayam merah) dan ada yang berwarna keputih-putihan. Varietas yang banyak
dibudidayakan baru 2 varietas yaitu Giti Hijau dan Giti Merah (bayam cabut).
b. Bayam tahun/sikap/kakap (Amaranthus hybridus).
Varietas/kultivar ini biasanya mempunyai daun
lebar, yang dipanen daun dan berikut cabangnya.
III. Tanah dan Iklim
Bayam biasannya tumbuh sepanjang tahun baik
didtaran rendah maupun dataran tinggi, suhu udara yang dikehendaki + 20 C - 32
C, derajat keasaman tanah (pH) 6-7. Tanaman ini memerlukan cukup banyak air,
sehingga paling tepat ditanam pada awal musim penghujan dan dapat ditanam pada awal musim kemarau
yaitu pada tanah yang gembur dan cukup subur. Namun dapat juga tumbuh ditanah
dengan tekstur liat, liat berpasir dan sebagainya dengan syarat harus diberi
pupuk kandang yang cukup banyak.
IV. Pembibitan dan Penanaman
1. Pembibitan
Bayam diperbanyak dengan biji, tanpa
persemaian. Kebutuhan benih bayam untuk 10 M2 bedengan = 10 gram yang berisi
kira-kira 10.000 butir biji dengan takaran + 3 sendok the atau 1 kotak korek
api. Benih dapat diperoleh dengan jalan memilih sejumlah tanaman yang
pertumbuhannya sehat, kuat, tidak terserang hama dan penyakit. Benih yang telah
dipanen dijemur sampai kering kemudian dirontokkan,
Dibersihkan dan
disimpan dalam kaleng lalu dibungkus kantong plastik kedap udara.
2. Pengolahan tanah
Penggemburan tanah untuk bayam cabut dilakukan
dengan mencangkul sedalam 20 cm sedang untuk bayam tahunan dicangkul lebih
dalam lagi + 30 cm. Setelah tanah diratakan kamudian diberi pupuk kandang
sebanyak + 10 ton/Ha atau 1 kg/m2.
Bedengan dibuat 1 x 5 meter baik
untuk bayam cabut maupun bayam tahun, diantara bedengan dibuat parit selebar +
30 cm untuk memudahkan penyiraman dan sekaligus berfungsi sebagai saluran
drainase.
3. Pemupukan
Pupuk kandang
diberikan 1 minggu sebelum tanam, pupuk buatan perlu juga diberikan sebagai
pupuk dasar. Jenisnya Urea, TSP/SP 36 dan KCI. Pemberian pupuk disebarkan dalam
garitan + 5 cm di sebelah kanan dan kiri barisan.
4. Penanaman
Sebelum benih disebar pada bedengan yang basah
biji bayam harus dicampur dengan abu dapur yang kering dengan takaran 1 : 1.
Benih disebarkan atau dideretkan dalam garitan, diatas suatu bedengan yang
telah diberi cukup pupuk kandang. Jarak antar garitan 15-20 cm. Setelah benih
dtebar ditutup dengan tanah tipis merata kemudian dilakukan penyiraman secara
hati-hati. Benih mulai berkecambah pada hari ke 5.
V. Pemeliharaan
1. Penyiangan
Penyiangan dilakukan pada saat tanaman berumur
+ 2 minggu, rumput tanaman penggangu
dicabut dan dibuang, lalu tanah disekitar batang tanaman digemburkan.
Penyiangan berikutnya dilakukan setiap 2 minggu.
2. Penyiraman
Penyiraman dilakukan dengan hati-hati dengan
menggunkan gembor berlubang halus. Tanah dijaga agar tetap lembab tetapi tidak
becek. Hal ini dilakukan terus-menerus hingga tanaman siap panen.
3. Penjarangan
Penjarangan untuk bayam cabut dilakukan pada
saat tanaman berumur 20, 25 dan 30 hari dengan mencabut tanaman yang sudah
besar dan terlalu rapat. Penjarangan ini sekaligus merupakan pemanenan bayam
tersebut. Proses penjarangan + 5 hari sekali, dilakukan dengan hati-hati agar
tidak merusak tanaman yang tinggal.
4. Pengendalian organisme penggangu tanaman
Gangguan hama penyakit tidak
banyak dijumpai, kecuali adanya kerusakan daun yang ditimbulkan oleh ulat daun.
Gangguan serangan hama diatur dengan insektisida yang ada dipasaran dengan
dosis sesuai aturan yang diberikan apabila dianggap sangat perlu. Hindarkan
pemberian obat-obatan secara berlebihan. Pemberian obat-obatan ini dihentikan
minimal 1 minggu menjelang pemanenan. Gangguan lain seperti rumput-rumput
terutama rumput teki, lempuyangan dan gulma diberantas dengan dicabut.
5. Panen
Proses penjarangan pada bayam cabut sekaligus
merupakan pelaksanaan pemanenan hasil. Pemanenan dapat dilakukan berturut-turut
pada umur 20,25 dan 30 hari dengan menyisakan beberapa tanaman yang tumbuhnya
subur untuk menghasilkan benih.
Untuk bayam petik (bayam tahun)
pemungutan hasil dilakukan dengan jalan
memetik pucuk-pucuk daun. Pemungutan hasil hasil dilakukan pada umur 3
minggu setelah tanam. Hasil yang diperoleh dengan cara cabutan sebanyak +
7kg/m2 atau 35 kg per bedengan (5 m2), sedangkan untuk yang dipanen daunnya
(bayam tahun) hasil yang diperoleh diperkirakan 15 kg/ 5 m2.
Ayo Berbudidaya Tomat!
PENDAHULUAN
Tanaman tomat adalah salah satu
jenis sayuran yang banyak digemari orang karena rasanya enak, segar dan sedikit
asam. Mengandung banyak vitamin A, C dan sedikit vitamin B. Dan serbaguna untuk
digunakan sebagai bumbu masak.
SYARAT TUMBUH
1. Dapat tumbuh baik pada tanah gembur, porous, kandungan
bahan organik tinggi dengan pH tanah 5 - 6.
2. Umumnya ditanam di dataran tinggi, beberapa varietas
unggul baru dapat ditanam di dataran rendah. Waktu tanam yang baik dua bulan
sebelum musim hujan berakhir.
PENGOLAHAN TANAH
Tanah diolah dengan cangkul
sedalam 30 - 40 cm dan kemudian dibuatkan bedengan dengan ukuran 100 - 400 cm. Pada
bedengan dibuatkan lobang tanaman dengan jarak dalam barisan 50 - 60 cm dan
jarak antara barisan 70 - 80 cm setiap lobang diberi pupuk kandang 0,5 - 1 kg atau
± 20 ton/ha.
PENANAMAN
1. Tomat diperbanyak dengan biji dengan jalan disemaikan
lebih dahulu pada pesemaian. Pemindahan bibit ke lapang dilakukan sewaktu bibit
berumur 1 bulan atau daunnya telah berjumlah 4 helai.
2. Varietas yang dianjurkan adalah varietas Gondol, Intan,
Ratna dan Berlian.
3. Kebutuhan benih 200 – 300 gram/ha.
PEMELIHARAAN
1. Pemupukan:
Pupuk yang digunakan untuk 1 Ha
adalah urea 150 kg, TSP 100 kg dan KCL 50 kg. Pemupukan TSP dan KCL diberikan
pada saat tanam dan urea diberikan 14 hari setelah tanam sebanyak 75 kg dan
sisanya 35 hari setelah tanam.
2. Penyiangan:
Penyiangan dapat dilakukan dengan
mencabut gulma menggunakan tangan atau alat penyiang lainnya.
3. Pemasangan ajir atau lanjaran Batang dan cabang diikat
pada ajir atau lanjaran agar tidak menjalar di tanah.
4. Pengendalian hama dan penyakit:
- Hama ulat yang menyerang tanaman muda dengan memotong
batang dan tangkai adalah Agrotis ipsilon dapat disemprot dengan Hostathion 400
EC, Brocel-D 28 EC dan Dursban 200 EC.
Hama Heliothis armigera yang menyerang buah menjadi bolong dapat diberantas dengan
menggunakan Camacron 500 EC.
- Rhizoktonia sp dan Pythium sp yang menyerang pesemaian
dapat diberantas dengan SAAF 75 WP. Penyakit busuk daun (Phytopthorasp) dapat
diberantas dengan bubur bordeux. Penyakit layu dan virus keriting dikendalikan
dengan mencabut tanaman yang terserang penyakit lalu dibakar.
P A N E N
- Panen pertama dilakukan setelah tanaman berumur 3 bulan
sejak benih disebar.
- Penyimpanan buah dalam ruangan dengan suhu 10 - 150C
dapat bertahan hingga 30 hari.
PENGOLAHAN
1. Pembuatan Saus.
- Buah tomat dicuci bersih, diiris kecil-kecil, direbus lalu
disaring.
- Sari tomat lalu dicampur dengan gula pasir dan garam lalu
direbus.
- Masukkan bumbu berupa bunga pala, lombok tanpa biji,
merica, cengkeh, bawang merah, kayu manis.
- Setelah kental kemudian dimasukkan kedalam botol yang
telah disterilkan.
2. Pembuatan Jam Tomat.
- Buah tomat dimasukkan kedalam air mendilih kemudian
kulitnya dikupas
- Dimasukkan dengan melumatkannya, biarkan kental.
- Masukkan gula, aduk dan usahakan tidak gosong.
- Setelah masuk, bubuhkan air jeruk.
- Dalam keadaan panas masukkan kedalam botol yang sudah
bersih.
3. Pembuatan Juice Tomat.
- Buah tomat dicuci bersih, diblansir lebih kurang 5 menit,
kemudian direndam dalam air dingin.
- Buah tomat dihancurkan diatas saringan. Sari tomat ini
dicampur dengan gula pasir dan dimasak sampai mendidih. Selanjutnya ditambah
air yang sudah dimasak.
- Bila sudah masak siap untuk diminum atau dibotolkan.
- Untuk menambah daya simpan juice ini bisa ditambahkan
sedikit Natrium Benzoat.
Macam-Macam Jenis Hama Tanaman dan Cara Pengendalian
1. MORFOLOGI UMUM HAMA
Untuk mengenal berbagai jenis
binatang yang dapat berperan sebagai hama, maka sebagai langkah awal dalam
kuliah dasar - dasar Perlintan akan dipelajari bentuk atau morfologi, khususnya
morfologi luar (external morphology) binatang penyebab hama. Namun demikian,
tidak semua sifat morfologi tersebut akan dipelajari dan yang dipelajari hanya
terbatas pada morfologi “penciri” dari masing-masing golongan. Hal ini bertujuan
untuk mempermudah dalam melakukan identifikasi atau mengenali jenis - jenis
hama yang dijumpai di lapangan.
Dunia binatang (Animal Kingdom)
terbagi menjadi beberapa golongan besar yang masing-masing disebut Filum. Dari
masing-masing filum tersebut dapat dibedakan lagi menjadi golongan - golongan
yang lebih kecil yang disebut Klas. Dari Klas ini kemudian digolongkan lagi
menjadi Ordo (Bangsa) kemudian Famili (suku), Genus (Marga) dan Spesies
(jenis).
Beberapa filum yang anggotanya
diketahui berpotensi sebagai hama tanaman adalah Aschelminthes (nematoda),
Mollusca (siput), Chordata (binatang bertulang belakang), dan Arthropoda
(serangga, tunggau, dan lain - lain). Dalam uraian berikut akan dibicarakan
secara singkat tentang sifat-sifat morfologi luar anggota filum tersebut.
A. FILUM ASCHELMINTHES
Anggota filum Aschelminthes yang
banyak dikenal berperan sebagai hama tanaman (bersifat parasit) adalah anggota
klas Nematoda. Namun, tidak semua anggota klas Nematoda bertindak sebagai hama,
sebab ada di antaranya yang berperan sebagai nematoda saprofag serta sebagai nematoda
predator (pemangsa), yang disebut terakhir ini tidak akan dibicarakan dalam
uraian-uraian selanjutnya.
Secara umum ciri - ciri anggota klas Nematoda tersebut
antara lain adalah :
* Tubuh tidak bersegmen (tidak beruas)
* Bilateral simetris (setungkup) dan tidak memiliki alat
gerak
* Tubuh terbungkus oleh kutikula dan bersifat transparan.
Untuk pembicaraan selanjutnya,
anggota klas nematoda yang bersifat saprofag digolongkan ke dalam nematoda non
parasit dan untuk kelompok nematoda yang berperan sebagai hama tanaman
dimasukkan ke dalam golongan nematoda parasit.
Ditinjau dari susunannya, maka
bentuk stylet dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe stomatostylet dan
odonostylet. Tipe stomatostylet tersusun atas bagian - bagian conus (ujung),
silindris (bagian tengah) dan knop stylet (bagian pangkal). Tipe stylet ini
dijumpai pada nematoda parasit dari ordo Tylenchida.
Tipe odonostylet dijumpai pada
nematoda parasit dari ordo Dorylaimida, yang styletnya tersusun atas conus dan
silindris saja. Beberapa contoh dari nematoda parasit ini antara lain adalah :
* Meloidogyne sp. yang juga dikenal sebagai nematoda “puru
akar” pada tanaman tomat, lombok, tembakau dan lain - lain.
* Hirrschmanieella oryzae (vBrdH) pada akar tanaman padi
sawah.
* Pratylenchus coffae (Zimm) pada akar tanaman kopi.
B. FILUM MOLLUSCA
Dari filum Mollusca ini yang
anggotanya berperan sebagai hama adalah dari klas Gastropoda yang salah satu
jenisnya adalah Achatina fulica Bowd atau bekicot, Pomacea ensularis
canaliculata (keong emas). Binatang tersebut memiliki tubuh yang lunak dan
dilindungi oleh cangkok (shell) yang keras. Pada bagian anterior dijumpai dua
pasang antene yang masing-masing ujungnya terdapat mata. Pada ujung anterior
sebelah bawah terdapat alat mulut yang dilengkapi dengan gigi parut (radula).
Lubang genetalia terdapat pada bagian samping sebelah kanan, sedang anus dan
lubang pernafasan terdapat di bagian tepi mantel tubuh dekat dengan
cangkok/shell.
Bekicot atau siput bersifat
hermaprodit, sehingga setiap individu dapat menghasilkan sejumlah telur fertil.
Bekicot aktif pada malam hari serta hidup baik pada kelembaban tinggi. Pada
siang hari biasanya bersembunyi pada tempat-tempat terlindung atau pada
dinding-dinding bangunan, pohon atau tempat lain yang tersembunyi.
C. FILUM CHORDATA
Anggota Filum Chordata yang umum
dijumpai sebagai hama tanaman adalah dari klas Mammalia (Binatang menyusui).
Namun, tidak semua binatang anggota klas Mammalia bertindak sebagai hama melainkan
hanya beberapa jenis (spesies) saja yang benar - benar merupakan hama tanaman.
Jenis - jenis tersebut antara lain bangsa kera (Primates), babi (Ungulata),
beruang (Carnivora), musang (Carnivora) serta bangsa binatang pengerat (ordo
rodentina). Anggota ordo Rodentina ini memiliki peranan penting sebagai perusak
tanaman, sehingga secara khusus perlu dibicarakan tersendiri, yang meliputi
keluarga bajing dan tikus.
1. Keluarga Bajing (fam. Sciuridae)
Ada dua jenis yang penting, yaitu
Callossciurus notatus Bodd. dan C. nigrovittatus yang keduanya dikenal dengan
nama “bajing”. Jenis pertama dijumpai pada daerah - daerah di Indonesia dengan
ketinggian sampai 9000 m di atas permukaan laut. Sedang jenis C. nigrovittatus
dapat dijumpai di Jawa, Kalimantan, dan Sumatera pada daerha dengan ketinggian
sampai 1500 m.
Jenis bajing ini umumnya banyak
menimbulkan kerusakan pada tanaman kelapa namun beberapa jenis tanaman buah
kadang - kadang juga diserangnya. Gejala serangan hama bajing pada buah kelapa
tampak terbentuknya lubang yang cukup lebar dan tidak teratur dekat dengan
ujung buah, sedang jika yang menyerang tikus maka lubang yang terbentuk lebih
kecil serta tampak lebih teratur / rapi.
2. Keluarga tikus (fam. Muridae)
Ada beberapa jenis yang diketahui
banyak menimbulkan kerusakan antara lain, tikus rumah (Rattus - rattus diardi Jent); tikus pohon (Rattus - rattus tiomanicus Muller), serta tikus sawah (Rattus-rattus argentiver_Rob.&Kl).
Tikus rumah dikenal pula sebagai
tikus hitam karena warna bulunya hitam keabu - abuan atau hitam kecoklatan.
Panjang tubuh sampai ke kepala antara 11 - 20 cm dan panjang ekor biasanya
lebih panjang daripada panjang tubuh + kepala. Jumlah puting susunya ada 10
buah.
Tikus pohon memiliki ukuran tubuh
yang hampir sama dengan tikus rumah. Bulu tubuh bagian ventral putih bersih
atau kadang - kadang agak keabu-abuan. Panjang ekor biasanya lebih panjang
daripada panjang tubuh + kepala. Jumlah putting susunya ada 10 buah.
Tikus sawah memiliki ciri - ciri
tubuh antara lain bulu - bulu tubuh bagian ventral berwarna keabu-abuan atau
biru keperakan. Panjang ekor biasanya sama atau lebih pendek daripada panjang
tubuh + kepala. Pada pertumbuhan penuh panjang tubuhnya antara 16 - 22 cm serta
jumlah puting susu ada 12 buah.
D. FILUM ARTHOPODA
Merupakan filum terbesar di
antara filum - filum yang lain karena lebih dari 75 % dari binatang-binatanag
yang telah dikenal merupakan anggota dari filum ini. Karena itu, sebagian besar
dari jenis-jenis hama tanaman juga termasuk dalam filum Arthropoda.
Anggota dari filum Arthropoda
yang mempunyai peranan penting sebagai hama tanaman adalah klas Arachnida
(tunggau) dan klas Insecta atau Hexapoda (serangga).
1. Klas Arachnida
Tanda - tanda morfologi yang khas dari anggota klas
Arachnida ini adalah:
- Tubuh terbagi atas dua daerah (region), yaitu
cephalothorax (gabungan caput dan thorax) dan abdomen.
- Tidak memiliki antene dan mata facet.
- Kaki empat pasang dan beruas - ruas.
Dalam klas Arachnida ini, yang
anggotanya banyak berperan sebagai hama adalah dari ordo Acarina atau juga
sering disebut mites (tunggau).
Morfologi dari mites ini antara
lain, segmentasi tubuh tidak jelas dan dilengkapi dengan bulu - bulu (rambut)
yang kaku dan cephhalothorax dijumpai adanya empat pasang kaki.
Alat mulut tipe penusuk dan
pengisap yang memiliki bagian - bagian satu pasang chelicerae (masing - masing
terdidi dari tiga segmen) dan satu pasang pedipaalpus. Chelicerae tersebut
membentuk alat seperti jarum sebagai penusuk.
Beberapa jenis hama dari ordo Acarina antara lain adalah :
- Tetranychus cinnabarinus Doisd. atau hama tunggau merah /
jingga pada daun ketela pohon.
- Brevipalpus obovatus Donn. (tunggau daun teh).
- Tenuipalpus orchidarum Parf. (tunggau merah pada anggrek).
2. Klas Insekta (Hexapoda / serangga)
Anggota beberapa ordo dari klas
Insekta dikenal sebagai penyebab hama tanaman, namun ada beberapa yang
bertindak sebagai musuh alami hama (parasitoid dan predator) serta sebagai
serangga penyerbuk.
Secara umum morfologi anggota klas Insekta ini adalah:
- Tubuh terdiri atas ruas - ruas (segmen) dan terbagi dalam
tiga daerah, yaitu caput, thorax dan abdomen.
- Kaki tiga pasang, pada thorax.
- Antene satu pasang.
- Biasanya bersayap dua pasang, namun ada yang hanya
sepasang atau bahkan tidak bersayap sama sekali.
Memahami pengetahuan morfologi
serangga tersebut sangatlah penting, karena anggota serangga pada tiap - tiap
ordo biasanya memiliki sifat morfologi yang khas yang secara sederhana dapat
digunakan untuk mengenali atau menentukan kelompok serangga tersebut. Sifat
morfologi tersebut juga menyangkut morfologi serangga stadia muda, karena
bentuk-bentuk serangga muda tersebut juga memiliki ciri yang khas yang juga
dapat digunakan dalam identifikasi.
Bentuk-bentuk serta ciri serangga
stadia muda tersebut secara khusus kakan dibicarakan pada uraian tentang
Metamorfose serangga, sedang uraian singkat tentang morfologi “penciri” pada
beberapa ordo penting klas Insekta akan diberikan pada uraian selanjutnya.
Berdasarkan sifat morfologinya, maka larva dan pupa serangga
dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Tipe larva
a. Polipoda, tipe larva ini memiliki ciri antara lain tubuh
berbentuk silindris, kepala berkembang baik serta dilengkapi dengan kaki
abdominal dan kaki thorakal. Tipe larva ini dijumpai pada larva ngengat / kupu
(Lepidoptera)
b. Oligopoda, tipe larva ini dapat dikelompokkan menjadi :
Campodeiform dan Scarabaeiform,
c. Apodus (Apodous), tipe larva ini memiliki badan yang
memanjang dan tidak memiliki kaki. Kepala ada yang berkembang baik ada yang
tidak. Tipe larva ini dijumpai pada anggota ordo Diptera dan familia
Curculionidae (Coleoptera).
2. Tipe pupa
Perbedaan bentuk pupa didasarkan pada kedudukan alat
tambahan (appendages), seperti calon sayap, calon kaki, antene dan lainnya.
Tipe pupa dikelompokkan menjadi tiga tipe :
a. Tipe obtecta, yakni pupa yang memiliki alat tambahan
(calon) melekat pada tubuh pupa. Kadang-kadang pupa terbungkus cocon yang
dibentuk dari liur dan bulu dari larva.
b. Tipe eksarat, yakni pupa yang memiliki alat tambahan
bebas (tidak melekat pada tubuh pupa ) dan tidak terbungkus oleh cocon.
c. Tipe coartacta, yakni pupa yang mirip dengan tipe
eksarat, tetapi eksuviar tidak mengelupas (membungkus tubuh pupa). Eksuviae
mengeras dan membentuk rongga untuk membungkus tubuh pupa dan disebut puparium.
Tipe pupa obtecta dijumpai pada
anggota ordo Lepidoptera, pupa eksarat pada ordo Hymenoptera dan Coleoptera,
sedang pupa coartacta pada ordo Diptera.
A. Morfologi Beberapa Ordo Serangga yang Penting
a. Ordo Orthoptera (bangsa belalang)
Sebagian anggotanya dikenal
sebagai pemakan tumbuhan, namun ada beberapa di antaranya yang bertindak
sebagai predator pada serangga lain.
Anggota dari ordo ini umumnya
memilki sayap dua pasang. Sayap depan lebih sempit daripada sayap belakang
dengan vena - vena menebal / mengeras dan disebut tegmina. Sayap belakang
membranus dan melebar dengan vena-vena yang teratur. Pada waktu istirahat sayap
belakang melipat di bawah sayap depan.
Alat - alat tambahan lain pada
caput antara lain : dua buah (sepasang) mata facet, sepasang antene, serta tiga
buah mata sederhana (occeli). Dua pasang sayap serta tiga pasang kaki terdapat
pada thorax. Pada segmen (ruas) pertama abdomen terdapat suatu membran alat
pendengar yang disebut tympanum. Spiralukum yang merupakan alat pernafasan luar
terdapat pada tiap - tiap segmen abdomen maupun thorax. Anus dan alat genetalia
luar dijumpai pada ujung abdomen (segmen terakhir abdomen).
Ada mulutnya bertipe penggigit
dan penguyah yang memiliki bagian-bagian labrum, sepasang mandibula, sepasang
maxilla dengan masing - masing terdapat palpus maxillarisnya, dan labium dengan
palpus labialisnya.
Metamorfose sederhana (paurometabola) dengan perkembangan
melalui tiga stadia yaitu telur ---> nimfa ---> dewasa (imago). Bentuk
nimfa dan dewasa terutama dibedakan pada bentuk dan ukuran sayap serta ukuran
tubuhnya.
Beberapa jenis serangga anggota ordo Orthoptera ini adalah :
- Kecoa (Periplaneta sp.)
- Belalang sembah / mantis (Otomantis sp.)
- Belalang kayu (Valanga nigricornis Drum.)
b. Ordo Hemiptera (bangsa kepik) / kepinding
Ordo ini memiliki anggota yang
sangat besar serta sebagian besar anggotanya bertindak sebagai pemakan tumbuhan
(baik nimfa maupun imago). Namun beberapa di antaranya ada yang bersifat
predator yang mingisap cairan tubuh serangga lain.
Umumnya memiliki sayap dua pasang
(beberapa spesies ada yang tidak bersayap). Sayap depan menebal pada bagian
pangkal (basal) dan pada bagian ujung membranus. Bentuk sayap tersebut disebut
Hemelytra. Sayap belakang membranus dan sedikit lebih pendek daripada sayap
depan. Pada bagian kepala dijumpai adanya sepasang antene, mata facet dan
occeli.
Tipe alat mulut pencucuk pengisap
yang terdiri atas moncong (rostum) dan dilengkapi dengan alat pencucuk dan
pengisap berupa stylet. Pada ordo Hemiptera, rostum tersebut muncul pada bagian
anterior kepala (bagian ujung). Rostum tersebut beruas - ruas memanjang yang
membungkus stylet. Pada alat mulut ini terbentuk dua saluran, yakni saluran
makanan dan saluran ludah.
Metamorfose bertipe sederhana
(paurometabola) yang dalam perkembangannya melalui stadia : telur ---> nimfa
---> dewasa. Bnetuk nimfa memiliki sayap yang belum sempurna dan ukuran
tubuh lebih kecil dari dewasanya.
Beberapa contoh serangga anggota ordo Hemiptera ini adalah :
- Walang sangit (Leptorixa
oratorius Thumb.)
- Kepik hijau (Nezara
viridula L)
- Bapak pucung (Dysdercus
cingulatus F)
c. Ordo Homoptera (wereng, kutu dan sebagainya)
Anggota ordo Homoptera memiliki
morfologi yang mirip dengan ordo Hemiptera. Perbedaan pokok antara keduanya
antara lain terletak pada morfologi sayap depan dan tempat pemunculan
rostumnya.
Sayap depan anggota ordo
Homoptera memiliki tekstur yang homogen, bisa keras semua atau membranus semua,
sedang sayap belakang bersifat membranus.
Alat mulut juga bertipe pencucuk
pengisap dan rostumnya muncul dari bagian posterior kepala. Alat-alat tambahan
baik pada kepala maupun thorax umumnya sama dengan anggota Hemiptera.
Tipe metamorfose sederhana
(paurometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur ---> nimfa --->
dewasa. Baik nimfa maupun dewasa umumnya dapat bertindak sebagai hama tanaman.
Serangga anggota ordo Homoptera
ini meliputi kelompok wereng dan kutu-kutuan, seperti :
- Wereng coklat (Nilaparvata
lugens Stal.)
- Kutu putih daun kelapa (Aleurodicus destructor Mask.)
- Kutu loncat lamtoro (Heteropsylla
sp.).
d. Ordo Coleoptera (bangsa kumbang)
Anggota - anggotanya ada yang
bertindak sebagai hama tanaman, namun ada juga yang bertindak sebagai predator
(pemangsa) bagi serangga lain.
Sayap terdiri dari dua pasang.
Sayap depan mengeras dan menebal serta tidak memiliki vena sayap dan disebut
elytra.
Apabila istirahat, elytra seolah
- olah terbagi menjadi dua (terbelah tepat di tengah-tengah bagian dorsal).
Sayap belakang membranus dan jika sedang istirahat melipat di bawah sayap
depan.
Alat mulut bertipe
penggigit-pengunyah, umumnya mandibula berkembang dengan baik. Pada beberapa
jenis, khususnya dari suku Curculionidae alat mulutnya terbentuk pada moncong
yang terbentuk di depan kepala.
Metamorfose bertipe sempurna
(holometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur ---> larva
---> kepompong (pupa) ---> dewasa (imago). Larva umumnya memiliki kaki
thoracal (tipe oligopoda), namun ada beberapa yang tidak berkaki (apoda).
Kepompong tidak memerlukan pakan dari luar (istirahat) dan bertipe bebas /
libera.
Beberapa contoh anggotanya adalah :
- Kumbang badak (Oryctes rhinoceros L)
- Kumbang janur kelapa (Brontispa longissima Gestr)
- Kumbang buas (predator) Coccinella sp.
e. Ordo Lepidoptera (bangsa kupu/ngengat)
Dari ordo ini, hanya stadium
larva (ulat) saja yang berpotensi sebagai hama, namun beberapa diantaranya ada
yang predator. Serangga dewasa umumnya sebagai pemakan/pengisap madu atau
nektar.
Sayap terdiri dari dua pasang,
membranus dan tertutup oleh sisik - sisik yang berwarna - warni. Pada kepala
dijumpai adanya alat mulut seranga bertipe pengisap, sedang larvanya memiliki
tipe penggigit. Pada serangga dewasa, alat mulut berupa tabung yang disebut
proboscis, palpus maxillaris dan mandibula biasanya mereduksi, tetapi palpus
labialis berkembang sempurna.
Metamorfose bertipe sempurna
(Holometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur ---> larva
---> kepompong ---> dewasa. Larva bertipe polipoda, memiliki baik kaki
thoracal maupun abdominal, sedang pupanya bertipe obtekta.
Beberapa jenisnya antara lain :
- Penggerek batang padi kuning (Tryporiza incertulas Wlk)
- Kupu gajah (Attacus
atlas L)
- Ulat grayak pada bawang merah (Spodoptera exigua)
f. Ordo Diptera (bangsa lalat, nyamuk)
Serangga anggota ordo Diptera
meliputi serangga pemakan tumbuhan, pengisap darah, predator dan parasitoid.
Serangga dewasa hanya memiliki satu pasang sayap di depan, sedang sayap
belakang mereduksi menjadi alat keseimbangan berbentuk gada dan disebut halter.
Pada kepalanya juga dijumpai adanya antene dan mata facet.
Tipe alat mulut bervariasi,
tergantung sub ordonya, tetapi umumnya memiliki tipe penjilat-pengisap,
pengisap, atau pencucuk pengisap.
Pada tipe penjilat pengisap alat
mulutnya terdiri dari tiga bagian yaitu :
- bagian pangkal yang berbentuk kerucut disebut rostum
- bagian tengah yang berbentuk silindris disebut haustellum
- bagian ujung yang berupa spon disebut labellum atau oral
disc.
Metamorfosenya sempurna
(holometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur ---> larva
---> kepompong ---> dewasa. Larva tidak berkaki (apoda_ biasanya hidup di
sampah atau sebagai pemakan daging, namun ada pula yang bertindak sebagai hama,
parasitoid dan predator. Pupa bertipe coartacta.
Beberapa contoh anggotanya adalah :
- lalat buah (Dacus
spp.)
- lalat predator pada Aphis (Asarcina aegrota F)
- lalat rumah (Musca
domesticaLinn.)
- lalat parasitoid (Diatraeophaga
striatalis).
g. Ordo Hymenoptera (bangsa tawon, tabuhan, semut)
Kebanyakan dari anggotanya
bertindak sebagai predator / parasitoid pada serangga lain dan sebagian yang
lain sebagai penyerbuk.
Sayap terdiri dari dua pasang dan
membranus. Sayap depan umumnya lebih besar daripada sayap belakang. Pada kepala
dijumpai adanya antene (sepasang), mata facet dan occelli.
Tipe alat mulut penggigit atau
penggigit-pengisap yang dilengkapi flabellum sebagai alat pengisapnya.
Metamorfose sempurna
(Holometabola) yang melalui stadia : telur-> larva--> kepompong --->
dewasa. Anggota famili Braconidae, Chalcididae, Ichnemonidae, Trichogrammatidae
dikenal sebagai tabuhan parasit penting pada hama tanaman.
Beberapa contoh anggotanya antara lain adalah :
- Trichogramma sp.
(parasit telur penggerek tebu / padi).
- Apanteles artonae
Rohw. (tabuhan parasit ulat Artona).
- Tetratichus
brontispae Ferr. (parasit kumbang Brontispa).
h. Ordo Odonata (bangsa capung / kinjeng)
Memiliki anggota yang cukup besar
dan mudah dikenal. Sayap dua pasang dan bersifat membranus. Pada capung besar
dijumpai vena - vena yang jelas dan pada kepala dijumpai adanya mata facet yang
besar.
Metamorfose tidak sempurna
(Hemimetabola), pada stadium larva dijumpai adanya alat tambahan berupa insang
dan hidup di dalam air.
Anggota-anggotanya dikenal
sebagai predator pada beberapa jenis serangga keecil yang termasuk hama,
seperti beberapa jenis trips, wereng, kutu loncat serta ngengat penggerek
batang padi.
RANGKUMAN
Mengenal sifat - sifat morfologi
luar dari binatang penyebab hama merupakan hal yang penting untuk mempermudah
mengenali jenis - jenis hama yang ada di lapangan. Ada beberapa filum dalam
dunia binatang yang sebagian dari anggotanya berpotensi menjadi hama tanaman,
yakni Filum Aschelminthes, Mollusca, Chordata dan Athropoda.
Dalam filum Aschelminthes,
anggota klas nematoda banyak yang berperan sebagai hama tanaman, misalnya
anggota dari ordo Tylenchida, “Giantsnail”, Achatina fulica merupakan salah
satu anggota filum Mollusca yang diketahui sering merusak berbegai jenis
tanaman, baik tahunan maupun tanaman semusim.
Anggota ordo Rodentia, yakni
tikus dan bajing merupakan anggota filum Chordata yang menjadi hama penting
pada beberapa jenis tanaman. Anggota filum Chordata lain yang juga berpotensi
menjadi hama tanaman adalah kera (Primates) dan babi (Ungulata).
Arthropoda merupakan filum
terbesar dalam jumlah anggotanya, sehingga sebagian besar jenis hama tanaman
merupakan anggota filum ini. Namun demikian, anggota filum ini khususnya dalam
klas Arachida sebagian besar bertindak sebagai musuh alami hama, sedang dari
klas Insekta sebagian dari anggotanya menjadi hama penting pada berbagai jenis
tanaman dan yang lain ada pula yang berperan sebagai musuh alami hama.
2. CARA MERUSAK DAN GEJALA KERUSAKAN
Pembicaraan mengenai cara merusak
dan gejala merusak yang diakibatkan oleh serangan hama khususnya dari serangga
tidak dapat lepas dari pembicaraan mengenai morfologi alat mulut serangga hama.
Dengan tipe alat mulut tertentu, serangga hama dalam merusak tanaman akan
mengakibatkan gejala kerusakan yang khas pada tanaman yang diserangnya. Karena
itu, dengan mempelajari berbagai tipe gejala ataupun tanda serangan akan dapat
membantu dalam mengenali jenis - jenis hama penyebab yang dijumpai di lapangan.
Bahkan lebih jauh dari itu dapat pula digunakan untuk menduga cara hidup
ataupun untuk menaksir populasi hama yang bersangkutan.
Berdasarkan pada cara merusak dan
gejala kerusakan yang ditimbulkannya, maka hama-hama penyebab kerusakan pada
tanaman dapat digolongkan menjadi beberapa tipe, yaitu hama penyebab gejala
puru (gall), hama pemakan, hama penggerek, hama pengisap, hama penggulung, hama
penyebab busuk buah, dan hama pengorok (miner)
RANGKUMAN
Jenis - jenis serangga dapat
dikelompokkan berdasarkan tipe alat mulutnya. Dengan tipe alat mulut tertentu,
perusakan tanaman oleh serangga akan meninggalkan gejala kerusakan yang khas
pada tanaman. Oleh karena itu, dengan mempelajari berbagai tipe gejala serangan
akan memepermudah untuk mengetahui jenis hama penyebab kerusakan yang dijumpai
di lapangan. Gejala kerusakan dalam bentuk intensitas serangan hama dapat juga
digunakan untuk menduga tingkat populasi hama di lapangan.
Berdasarkan cara merusak dan tipe
gejala, ada tujuh tipe yaitu hama penyebab puru (gall), hama pemakan, hama
penggerek, hama pengisap, hama penggulung, hama penyebab busuk buah dan hama
penggorok (miner).
3. TAKTIK PENGENDALIAN
Pada dasarnya, pengendalian hama
merupakan setiap usaha atau tindakan manusia baik secara langsung maupun tidak
langsung untuk mengusir, menghindari dan membunuh spesies hama agar populasinya
tidak mencapai aras yang secara ekonomi merugikan. Pengendalian hama tidak
dimaksudkan untuk meenghilangkan spesies hama sampai tuntas, melainkan hanya
menekan populasinya sampai pada aras tertentu ynag secara ekonomi tidak
merugikan. Oleh karena itu, taktik pengendalian apapun yang diterapkan dalam
pengendalian hama haruslah tetap dapat dipertanggungjawabkan secara ekonomi dan
secara ekologi.
Falsafah pengendalian hama yang
harus digunakan adalah Pengelolaan / Pengendalian hama Terpadu (PHT) yang dalam
implementasinya tidak hanya mengandalkan satu taktik pengendalian saja. Taktik
pengendalian yang akan diuraikan berikut ini mengacu pada buku karangan Metcalf
(1975) dan Matsumura (1980) yang terdiri dari :
1. Pengendalian secara mekanik
2. Pengendalian secara fisik
3. Pengendalian hayati
4. Pengendalian dengan varietas tahan
5. Pengendalian hama dengan cara bercocok tanam
6. Pengendalian hama dengan sanitasi dan eradikasi
7. Pengendalian kimiawi
A. PENGENDALIAN MEKANIK
Pengendalian mekanik mencakup
usaha untuk menghilangkan secara langsung hama serangga yang menyerang tanaman.
Pengendalian mekanis ini biasanya bersifat manual.
Mengambil hama yang sedang
menyerang dengan tangan secara langsung atau dengan melibakan tenaga manusia
telah banyak dilakukan oleh banyak negara pada permulaan abad ini. Cara
pengendalian hama ini sampai sekarang masih banyak dilakukan di daerah - daerah
yang upah tenaga kerjanya masih relatif murah.
Contoh pengendalian mekanis yang
dilakukan di Australia adalah mengambil ulat-ulat atau siput secara langsung
yang sedang menyerang tanaman kubis. Pengendalian mekanis juga telah lama
dilakukan di Indonesia terutama terhadap ulat pucuk daun tembakau oleh
Helicoverpa sp. Untuk mengendalikan hama ini para petani pada pagi hari turun
ke sawah untuk mengambil dan mengumpulkan ulat - ulat yang berada di pucuk
tembakau. Ulat yang telah terkumpul itu kemudian dibakar atau dimusnahkan.
Rogesan sering dipraktekkan oleh petani tebu (di Jawa) untuk mencari ulat
penggerek pucuk tebu (Scirpophaga nivella) dengan mengiris sedikit demi sedikit
pucuk tebu yang menunjukkan tanda serangan. Lelesan dilakukan oleh petani kopi
untuk menyortir buah kopi dari lapangan yang terserang oleh bubuk kopi
(Hypotheneemus hampei)
B. PENGENDALIAN FISIK
Pengendalian ini dilakukan dengan
cara mengatur faktor - faktor fisik yang dapat mempengaruhi perkembangan hama,
sehingga memberi kondisi tertentu yang menyebabkan hama sukar untuk hidup.
Bahan - bahan simpanan sering
diperlakukan denagn pemanasan (pengeringan) atau pendinginan. Cara ini
dimaksudkan untuk membunuh atau menurunkan populasi hama sehingga dapat
mencegah terjadinya peledakan hama. Bahan-bahan tersebut biasanya disimpan di
tempat yang kedap udara sehingga serangga yang bearada di dalamnya dapat mati
lemas oleh karena CO2 dan nitrogen.
Pengolahan tanah dan pengairan
dapat pula dimasukkan dalam pengendalian fisik; karena cara - cara tersebut
dapat menyebabkan kondisi tertentu yang tidak cocok bagi pertumbuhan serangga.
Untuk mengendalikan nematoda dapat dilakukan dengan penggenangan karena tanah
yang mengandung banyak air akan mendesak oksigen keluar dari partikel tanah.
Dengan hilangnya kandungan O2 dalam tanah, nematoda tidak dapat hidup lebih
lama.
C. PENGENDALIAN HAYATI
Pengendalian hayati adalah
pengendalian hama dengan menggunakan jenis organisme hidup lain (predator,
parasitoid, pathogen) yang mampu menyerang hama. Di suatu daerah hampir semua
serangga dan tunggau mempunyai sejumlah musuh - musuh alami. Tersedianya banyak
makanan dan tidak adanya agen - agen pengendali alami akan menyebabkan meningkatnya
populasi hama. Populasi hama ini dapat pula meningkat akibat penggunaan
bahan-bahan kimia yang tidak tepat sehingga dapat membunuh musuh-musuh
alaminya. Sebagai contoh, meningkatnya populasi tunggau di Australia
diakibatkan meningkatnya penggunaan DDT.
Dua jenis organisme yang
digunakan untuk pengendalian hayati terhadap serangga dan tunggau adalah
parasit dan predator. Parasit selalu berukuran lebih kecil dari organisme yang
dikendalikan oleh (host), dan parasit ini selama atau sebagian waktu dalam
siklus hidupnya berada di dalam atau menempel pada inang. Umumnya parsit
merusak tubuh inang selama peerkembangannya. Beberapa jenis parasit dari
anggota tabuhan (Hymenoptera), meletakkan telurnya didalam tubuh inang dan
setelah dewasa serangga ini akan meninggalkan inang dan mencari inang baru
untuk meletakkan telurnya.
Sebaliknya predator mempunyai
ukuran tubuh yang lebih besar sari serangga yang dikendalikan (prey), dan sifat
predator secara aktif mencari mangsanya, kemudian memakan atau mengisap cairan
tubuh mangsa sampai mati. Beberapa kumbang Coccinella merupakan predator aphis
atau jenis serangga lain yang baik pada fase larva maupun dewasanya. Contoh
lain serangga yang bersifat sebagai predator adalah Chilocorus, serangga ini
sekarang telah dimanfaatkan sebagai agensia pengendali hayati terhadap hama
kutu perisai (Aspidiotus destructor) pada tanaman kelapa.
Agar predator dan tanaman ini
sukses sebagai agen pengendali biologis terhadap serangga, maka harus dapat
beradaptasi dulu dengan lingkungan tempat hidup serangga hama. Predator dan
parasit itu harus dapat beradaptasi dengan cepat pada lingkungan yang baru.
Parasit dan predator juga harus bersifat spesifik terhadap hama dan mampu
mencari dan membunuhnya.
Parasit harus mempunyai siklus
hidup yang lebih pendek daripada inangnya dan mampu berkembang lebih cepat dari
inangnya. Siklus hidup parasit waktunya harus sinkron dengan inangnya sehingga
apabila saat populasi inang meningkat maka saat peningkatan populasi parasit
tidak terlambat datangnya. Predator tidak perlu mempunyai siklus hidup yang
sama dengan inangnya, karena pada umumnya predator ini mempunyai siklus hidup
yang lebih lama daripada inangnya dan setiap individu predator mampu memangsa
beberapa ekor hama.
Baik parasit maupun predator mempunyai
ratio jantan dan betina yang besar, mempunyai keperidian dan kecepatan hidup
yang tinggi serta memiliki kemampuan meenyebar yang cepat pada suatu daerah dan
serangga - serangga itu secara efektif mampu mencari inang atau mangsanya.
Beberapa parasit fase dewasa
memerlukan polen dan nektar, sehingga untuk pelepasan dan pengembangan parasit
pada suatu daerah, yang perlu diperhatikan adalah daerah tersebut banyak
tersedia polen dan nektar yang nanti dapat digunakan sebagai pakan tambahan.
Parasit yang didatangkan dari
suatu daerah, mula - mula dipelihara dahulu di karantina selama beberapa saat
agar serangga ini mampu beradaptasi dan berkembang. Selama pemeliharaan di
dalam karantina, serangga-serangga ini dapat diberi pakan dengan pakan buatan
atau mungkin dapat pula digunakan inangnya yang dilepaskan pada tempat
pemeliharaan. Setelah dilepaskan di lapangan populasi parasit ini harus dapat
dimonitor untuk mengetahui apakah parasit iru sudah mapan, menyebar dan dapat
berfungsi sebagai agen pengendali biologis yang efektif; dan bila memungkinkan
serangga ini mampu mengurangi populasi hama relatif lebih cepat dalam beberapa
tahun.
Contoh pengendalian biologis yang
pernah dilakukan di Australia adalah pengendalian Aphis dengan menggunakan
tabuhan chalcid atau pengendalian kutu yang menyerang jeruk dengan menggunakan
tabuhan Aphytes.
Selain menggunakan parasit dan
predator, untuk menekan populasi serangga hama dapat pula memanfaatkan beberapa
pathogen penyebab penyakit pada serangga. Seperti halnya dengan binatang lain,
serangga bersifat rentan terhadap penyakit yang disebabkan oleh bakteri,
cendawan, virus dan protozoa. Pada kondisi lingkungan yang cocok beberapa jenis
penyakit akan menajdi wabah epidemis. Penyakit tersebut secara drastis mampu
menekan populasi hama hanya dalam beberapa hari.
Beberapa jenis bakteri, misal
Bacillus thuringiensis secara komersial diperdagangkan dalam bentuk spora, dan
bakteri ini dipergunakan untuk menyemprot tanaman seperti halnya insektisida.
Yang bersifat rentan terhadap bahan ini adalah fase ulat, dan bilamana
ulat-ulat itu makan spora, maka akhirnya bakteri akan berkembang di dalam usus
serangga hama, akhirnya bakteri itu menembus usus dan masuk ke dalam tubuhnya,
sehingga akhirnya larva akan mati.
Jamur dapat pula digunakan untuk
mengendalikan serangga hama, sebagai contoh Entomorpha digunakan untuk
mengendalikan Aphis yang menyerang alfafa; spesies Beauveria untuk
mengendalikan ulat dan Metarrhizium anisopliae sekarang sudah dikembangkan
secara masal dengan medium jagung. Jamur ini digunakan untuk mengendalikan
larva Orycetes rhinoceros yang imagonya merupakan penggerek pucuk kelapa.
Lebih dari 200 jenis virus mampu
menyerang serangga. Jenis virus yang telah digunakan untuk mengendalikan hama
adalah Baculovirus untuk menekan populasi Orycetes rhinoceros; Nuclear
polyhidrosis virus yang telah digunakan untuk mengendalikan hama Heliothis zeae
pada tongkol jagung, bahan tersebut telah banyak digunakan di AS, Eropa dan
Australia. Virus tersebut masuk dan memperbanyak diri dalam sel inang sebelum
menyebar ke seluruh tubuh. Inti dari sel - sel yang terserang menjadi besar,
kemudian virus tersebut menuju ke rongga tubuh akhirnya inang akan mati.
Metode pengelolaan agen pengendali biologi terhadap serangga
hama meliputi :
1. Introduksi, yakni upaya mendatangkan musuh alami dari
luar (exotic) ke wilayah yang baru (ada barier ekologi).
2. Konservasi, yakni upaya pelestarian keberadaan musuh
alami di suatu wilayah dengan antara lain melalui pengelolaan habitat.
3. Augmentasi, parasit dan predator lokal yang telah ada
diperbanyak secara massal pada kondisi yang terkontrol di laboratorium sehingga
jumlah agensia sangat banyak, sehingga dapat dilepas ke lapangan dalam bentuk
pelepasan inundative.
D. PENGENDALIAN DENGAN VARIETAS TAHAN
Beberapa varietas tanaman
tertentu kuran dapat diserang oleh serangga hama atau kerusakan yang
diakibatkan oleh serangan hama relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan
varietas lain. Varietas tahan tersebut mempunyai satu atau lebih sifat-sifat
fisik atau fisiologis yang memungkinkan tanaman tersebut dapat melawan terhadap
serangan hama.
Mekanisme ketahanan tersebut secara kasar dapat dibedakan
menjadi tiga kelompok yaitu :
1. Toleransi
Tanaman yang memiliki kemampuan
melawan serangan serangga dan mampu hidup terus serta tetap mampu berproduksi,
dapat dikatakan sebagai tanaman yang toleran terhadap hama. Toleransi ini
sering juga tergantung pada kemampuan tanaman untuk mengganti jaringan yang
terserang, dan keadaan ini berhubungan dengan fase pertumbuhan dan kerapatan
hama yang menyerang pada suatu saat.
2. Antibiosis
Tanaman - tanaman yang mengandung
toksin (racun) biasanya memberi pengaruh yang kurang baik terhadap serangga.
Tanaman yang demikian dikatakan bersifat antibiosis. Tanaman ini akan
mempengaruhi banyaknya bagian tanaman yang dimakan hama, dapat menurutkan
kemampuan berkembang biak dari hama dan memperbesar kematian serangga. Tanaman
kapas yang mengandung senyawa gossypol dengan kadar tinggi mempunyai ketahanan
yang lebih baik bila dibandingkan dengan yang mengandung kadar yang lebih
rendah, karena bahan kimia ini bekerja sebagai antibiosis terhadap jenis
serangga tertentu.
3. Non prefens
Jenis tanaman tertentu mempunyai
sifat fisik dan khemis yang tidak disukai serangga. Sifat - sifat tersebut
dapat berupa tekstur, warna, aroma atau rasa dan banyaknya rambut sehingga
menyulitkan serangga untuk meletakkan telur, makan atau berlindung. Pada satu
spesies tanaman dapat pula terjadi bahwa satu tanaman kurang dapat terserang
serangga dibanding yang lain. Hal ini disebabkan adanya perbedaan sifat yang
ada sehingga dapat lebih menarik lagi bagi serangga untuk memakan atau
meletakkan telur. Contoh pengendalian hama yang telah memanfaatkan varietas
tahan adalah pengendalian terhadap wereng coklat pada tanaman padi,
pengendalian terhadap kutu loncat pada lamtoro, pengendalian terhadap Empoasca
pada tanaman kapas.
E. PENGENDALIAN HAMA DENGAN PENGATURAN CARA BERCOCOK TANAM
Pada dasarnya pengendalian ini
merupakan pengendalian yang bekerja secara alamiah, karena sebenarnya tidak
dilakukan pembunuhan terhadap hama secara langsung. Pengendalian ini merupakan
usaha untuk mengubah lingkunagn hama dari keadaan yang cocok menjadi
sebaliknya. Dengan mengganti jenis tanaman pada setiap musim, berarti akan
memutus tersedianya makanan bagi hama-hama tertentu.
Sebagai contoh dalam pengendalian
hama wereng coklat (Nilaparvata lugens) diatur pola tanamnya, yakni setelah
padi - padi, pada periode berikutnya supaya diganti dengan palawija. Cara ini
dimaksudkan untuk menghentikan berkembangnya populasi wereng. Cara di atas
dapat pula diterapkan pada hama lain, khususnya yang memiliki inang spesifik.
Kebaikan dari pengendalian hama dengan mengatur pola tanam adalah dapat
memperkecil kemungkinan terbentuknya hama biotipe baru. Cara - cara pengaturan
pola tanam yang telah diterapkan pada pengendalian wereng coklat adalah :
a. Tanam serentak meliputi satu petak tersier (wikel) dengan
selisih waktu maksimal dua minggu dan selisih waktu panen maksimal 4 minggu,
atau dengan kata lain varietas yang ditanam relatif mempunyai umur sama. Dengan
tanam serentak diharapkan tidak terjadi tumpang tindih generasi hama, sehingga
lebih mudah memantau dan menjamin efektifitas pengendalian, karena penyemprotan
dapat dilakukan serentak pada areal yang luas.
b. Pergiliran tanaman meliputi areal minimal satu WKPP
dengan umur tanaman relatif sama.
c. Pergiliran varietas tahan. Untuk daerah-daerah yang
berpengairan baik, para petani pada ummnya akan menanam padi - padi sepanjang
tahun. Kalau pola demikian tidak dapat diubah maka teknik pengendalian yang
dapat dilakukan adalah dengan melakukan pergiliran varietas yang ditanam. Pada
pengendalian ini diusahakan supaya digunakan varietas yang mempunyai tetua
berbeda, dengan demikian dapat menghambat terbentuknya wereng biotipe baru.
F. PENGENDALIAN HAMA DENGAN SANITASI DAN ERADIKASI
Beberapa jenis hama mempunyai
makanan, baik berupa tanaman yang diusahakan manusia maupun tanaman liar (misal
rumput, semak - semak, gulam dan lain - lain). Pada pengendalian dengan cara
sanitasi eradikasi dititikberatkan pada kebersihan lingkungan di sekitar
pertanaman. Kebersihan lingkungan tidak hanya terbatas di sawah yang ada
tanamannya, namun pada saat bero dianjurkan pula membersihkan semak-semak atau
turiang-turiang yang ada. Pada musim kemarau sawah yang belum ditanami agar
dilakukan pengolahan tanah terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk membunuh
serangga-serangga yang hidup di dalam tanah, memberikan pengudaraan (aerasi),
dan membunuh rerumputan yang mungkin merupakan inang pengganti suatu hama
tertentu.
Contoh pengendalian dengan eradikasi terhadap serangan hama
wereng coklat adalah :
a. Pada daerah serangan wereng coklat tetapi bukan merupakan
daerah serangan virus, eradikasi dilakukan pada tanaman padi yang telah puso.
Pada daerah serangan berat eradikasi hendaknya diikuti pemberoan selama 1 - 2
bulan atau mengganti dengan tanaman selain padi.
b. Pada daerah serangan hama wereng yang juga merupakan
daerah serangan virus, eradikasi dilakukan sebagai berikut :
1). Eradikasi selektif dilakukan pada padi stadia vegetatif
yang terserang virus dengan intensitas sama dengan atau kurang dari 25 % atau
padi stadia generatif dengan intensitas serangan virus kurang dari 75 %.
2). Eradikasi total dilakukan terhadap pertanaman statdia
vegetatif dengan intensitas serangan virus lebih besar dari 25 % atau pada padi
stadia generatif dengan intensitas serangan virus lebih besar sama dengan 75 %.
Cara melakukan eradikasi adalah
dengan membabat tanaman yang terserang hama, kemudian membakar atau membenamkan
ke dalam tanah.
G. PENGENDALIAN KIMIA
Bahan kimia akan digunakan untuk
mengendalikan hama bilamana pengendalian lain yang telah diuarikan lebih dahulu
tidak mampu menurunkan populasi hama yang sedang menyerang tanaman.
Kelompok utama pestisida yang
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dengan tunggau adalah insektisida,
akarisida dan fumigan, sedang jenis pestisida yang lain diberi nama
masing-masing sesuai dengan hama sasarannya. Dengan demikian penggolongan
pestisida berdasar jasad sasaran dibagi menjadi :
a. Insektisida : yaitu racun yang digunakan untuk
memberantas jasad pengganggu yang berupa serangga. Contoh : Imidagold 200 SL,
Counter 50/1,8 SP, Prevathon 50 SC dan lain - lain.
b. Nematisida : yaitu racun yang digunakan untuk memberantas
jasad pengganggu yang berupa cacing - cacing parasit yang biasa menyerang akar
tanaman. Contoh : Furadan 3 G, Furatur 3 G, Barrier, dan lain-lain.
c. Rodentisida : yaitu racun yang digunakan untuk
memberantas binatang - binatang mengerat, seperti misalnya tupai, tikus. Contoh
: Ratol 80 P, Klerat RM, Racumin, Caumatatralyl, Bromodoiline dan lain - lain.
d. Herbisida : adalah pestisida yang digunakan untuk
mengendalikan gulam (tanaman pengganggu). Contoh : Weed Up 480 SL, Gramoxone
276 SL, Ronstar ODS 5 / 5 Saturn D, dan lain-lain.
e. Fungisida : digunakan untuk memberantas jasad yang berupa
cendawan (jamur). Contoh : SAAF 75 WP, Manzate 82 WP, Rabcide 50 WP,Score 250
SC, Fujiwan 400 EC, Daconil 75 WP, Delsene MX 80 WP.
f. Akarisida : yaitu racun yang digunakan untuk
mengendalikan jasad pengganggu yang berupa tunggau. Contoh : Mitac 200 EC,
Petracrex 300 EC, Phoscormite 18 EC, dan lain-lain.
g. Bakterisida : yaitu racun yang digunakan untuk
mengendalikan penykit tanaman yang disebabkan oleh bakteri. Contoh : Ffenazin -
5 - oksida (Staplex 10 WP), Puanmur, dan lain-lain.
Insektisida dapat pula dibagi
menurut jenis aktivitasnya. Kebanyakan insektisida bersifat racun bilamana
bersentuhan langsung atau tertelan serangga. Namun ada pula jenis lain yang
bersifat sebagai repelen (jenis ini digunakan untuk mencegah serangga yang akan
menyerang tanaman), atraktan (bahan yang dapat menarik serangga, dengan
demikian serangga yang terkumpul akan lebih mudah terbunuh), anti feedan
(senyawa ini dapat menghindarkan dari serangan suatu serangga) dan
khemosterilan (yang dapat menyebabkan kemandulan bagi serangga yang terkena).
Menurut sifat kecepatan meracun, pestisida digolongkan
menjadi :
1. Racun kronis : yaitu racun yang bekerjanya sangat lambat
sehingga untuk mematikan hama membutuhkan waktu yang sangat lama. Contoh :
racun tikus Klerat RMB.
2. Racun akut : adalah racun yang bekerjanya sangat cepat
sehingga kematian serangga dapat segera diketahui setelah racun tersebut
mengenai tubuhnya. Contoh : Bassa 50 EC, Kiltop 50 EC, Baycarb 50 EC, Imidagold
200 SL dan lain - lain.
Ditinjau dari cara bekerjanya, pestisida dibagi menjadi :
1. Racun perut
Racun ini terutama digunakan
untuk mengendalikan serangga yang mempunyai tipe alat mulut pengunyah
(ulat,belalang dan kumbang), namun bahan ini dapat pula digunakan terhadap hama
yang menyerang tanaman dengan cara mengisap dan menjilat. Bahan insektisida ini
disemprotkan pada bagian yang dimakan serangga sehingga racun tersebut akan
tertelan masuk ke dalam usus, dan di sinilah terjadi peracunan dalam jumlah
besar.
Ada 4 cara aplikasi racun perut terhadap serangga :
a. Insektisida diaplikasikan pada makanan alami serangga
sehingga bahan tersebut termakan oleh serangga sasaran. Bahan makanan itu dapat
berupa daun, bulu-bulu / rambut binatang. Dalam aplikasinya, bahan - bahan
makanan serangga harus tertutup rata oleh racun pada dosis lethal sehingga hama
yang makan dapat mati.
b. Insektisida dicampur dengan bahan atraktan dan umpan itu
ditempatkan pada suatu lokasi yang mudah ditemukan serangga.
c. Insektisida ditaburkan sepanjang jalan yang bisa dilalui
hama. Selagi hama itu lewat biasanya antene dan kaki akan bersentuhan dengan
insektisida atau bahkan insektisida itu tertelan. Akibatnya hama mati.
d. Insektisida diformulasikan dalam bentuk sistemik, dan
racun ini diserap oleh tanaman atau tubuh binatang piaraan kemudian tersebar ke
seluruh bagian tanaman atau badan sehingga apabila serngga hama tersebut
mengisap cairan tanaman atau cairan dari tubuh binatang (terutama hama yang
mempunyai tipe mulut pengisap, misal Aphis) dan bila dosis yang diserap
mencapai dosis lethal maka serangga akan mati.
2. Racun kontak
Insektisida ini masuk ke dalam
tubuh serangga melalui permukaan tubuhnya khususnya bagian kutikula yang tipis,
misal pada bagian daerah perhubungan antara segmen, lekukan-lekukan yang
terbentuk dari lempengan tubuh, pada bagian pangkal rambut dan pada saluran
pernafasan (spirakulum). Racun kontak itu dapat diaplikasikan langsung tertuju
pada jasad sasaran atau pada permukaan tanaman atau pada tempat - tempat
tertentu yang biasa dikunjungi serangga. Racun kontak mungkin diformulasikan
sebagai cairan semprot atau sebagai serbuk. Racun kontak yang telah melekat
pada serangga akan segera masuk ke dalam tubuh dan disinilah mulai terjadi
peracunan.
Yang digolongkan sebagai insektisida kontak adalah :
a. Bahan kimia yang berasal dari kestrak tanamaan, seperti
misalnya nikotin, rotenon, pirethrum.
b. Senyawa sintesis organik, misal BHC, DDT, Chlordan,
Toxaphene, Phosphat organik.
c. Minyak dan sabun.
d. Senyawa anorganik seperti misalnya Sulfur dan Sulfur
kapur.
3. Racun pernafasan
Bahan insektisida ini biasanya
bersifat mudah menguap sehingga masuk ke dalam tubuh serangga dalam bentuk gas.
Bagian tubuh yang dilalui adalah organ - organ pernafasan seperti misalnya
spirakulum. Oleh karena bahan tersebut mudah menguap maka insektisida ini juga
berbahaya bagi manusia dan binatang piaraan. Racun pernafasan bekerja dengan
cara menghalangi terjadinya respirasi tingkat selulair dalam tubuh serangga dan
bahan ini sering dapat menyebabkan tidak aktifnya enzim-enzim tertentu. Contoh
racun nafas adalah : Hidrogen cyanida dan Carbon monoksida.
4. Racun Syaraf
Insektisida ini bekerja dengan
cara menghalangi terjadinya transfer asetikholin estrase yang mempunyai peranan
penting dalam penyampaian impul. Racun syaraf yang biasa digunakan sebagai
insektisida adalah senyawa organo klorin, lindan, carbontetraclorida, ethylene
diclorida : insektisida-insektisida botanis asli seperti misalnya pirethin,
nikotin, senyawa organofosfat (parathion dan dimethoat) dan senyawa karbanat
(methomil, aldicarb dan carbaryl).
5. Racun Protoplasmik
Racun ini bekerja terutama dengan
cara merusak protein dalam sel serangga. Kerja racun ini sering terjadi di dalam
usus tengah pada saluran pencernaan.Golongan insektisida yang termasuk jenis
ini adalah fluorida, senyawa arsen, borat, asam mineral dan asam lemak,
nitrofenol, nitrocresol, dan logam - logam berat (air raksa dan tembaga).
6. Racun penghambat khitin
Racun ini bekerja dengan cara
menghambat terbentuknya khitin. Insektisida yang termasuk jenis ini biasanya
bekerja secara spesifik, artinya senyawa ini mempunyai daya racun hanya
terhadap jenis serangga tertentu. Contoh : Applaud 10 WP terhadap wereng coklat.
8. Racun sistemik
Insektisida ini bekerja bilamana
telah terserap tanaman melalui akar, batang maupun daun, kemudian bahan-bahan
aktifnya ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman sehingga bilamana serangga
mengisap cairan atau memakan bagian tersebut akan teracun.
Pestisida adalah merupakan racun,
baik bagi hama maupun tanaman yang disemprot. Mempunyai efek sebagai racun
tanaman apabila jumlah yang disemprotkan tidak sesuai dengan aturan dan
berlebihan (overdosis), karena keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya
kebakarn tanaman. Untuk memperoleh hasil pengendalian yang memadai namun
pertumbuhan tanaman tidak terganggu, pemakaian pestisida hendaknya
memperhatikan kesesuaiannya, baik tepat jenis, tepat waktu maupun tepat ukuran
(dosis dan konsentrasi). Dosis adalah banyaknya pestisida yang digunakan untuk
mengendalikan hama secara memadai pada lahan seluas 1 ha. Konsentrasi adalah
banyaknya pestisida yang dilarutkan dalam satu liter air.
Untuk menyesuaikan dengan kondisi
setempat serta memperoleh efektifitas pengendalian yang tinggi maka oleh
perusahaan pestisida, satu bahan aktif dibuat dalam bermacam-macam formulasi.
Tujuan dari formulasi ini adalah :
1. Mempermudah penyimpanan.
2. Mempermudah penggunaan.
3. Mengurangi daya racun yang berlebihan.
Pestisida terbuat dari campuran
antara dua bahan, yaitu bahan aktif (bahan pestisida yang mempunyai daya racun)
dan bahan pembawa / inert (bahan pencampur yang tidak mempunyai daya racun).
Macam-macam formulasi yang banyak dibuat oleh perusahaan
pembuat pestisida adalah :
1. Formulasi dalam bentuk cairan
a. Cairan yang diemulsikan.
Biasanya ditandai dengan kode EC
(Emulsifeable Concentrate) yaitu
cairan yang diemulsikan. Pestisida ini dalam bentuk asli berwarna bening
setelah dicampur air akan membentuk emulsi yang berwarna putih susu. Contoh :
Camacron 500 EC, Brocel-D 28 EC, Bassa 50 EC dan lain - lain.
b. Cairan yang dapat dilarutkan.
Formulasi ini biasanya ditandai
dengan kode WSC atau SCW yaitu kependekan dari Soluble Concentrated in Water.
Pestisida ini bila dilarutkan dalam air tidak terjadi perubahan warna (tidak
membentuk emulsi sehingga cairan tersebut tetap bening). Contoh : Dimpo 400
WSC.
2. Bentuk Padat
a. Berupa tepung yang dapat dilarutkan, dengan kode SP (Soluble Powder). Penggunaannya disemprotkan
dengan sprayer. Contoh : Sevin 85 SP, Counter 50/1,8 SP.
b. Berupa tepung yang dapat dibasahi dengan merek dagang WP
(Weatable Powder). Pestisida ini
disemprotkan dengan dicampur air. Karena sifatnya tidak larut sempurna, maka
selama menyemprot seharusnya disertai dengan pengadukan secara
terus-menerus.Contoh: SAAF 75 WP, Manzate 82 WP, dan Aplaud 10 WP.
c. Berupa butiran dengan kode G (Granulair). Aplikasi
pestisida ini adalah dengan menaburkan atau membenamkan dekat. Contoh : Furadan
3 G, Dharmafur 3 G.
d. Campuran umpan (bait). Pestisida ini dicampur dengan
bahan makanan yang disukai hama, kemudian diumpankan. Contoh : Klerat RMB,
Ratol 80 P.
RANGKUMAN
Pengendalian hama merupakan upaya
manusia untuk mengusir, menghindari dan membunuh secara langsung maupun tidak
langsung terhadap spesies hama. Pengendalian hama tidak bermaksud memusnahkan
spesies hama, melainkan hanya menekan sampai pada tingkat tertentu saja
sehingga secara ekonomi dan ekologi dapat dipertanggungjawabkan.
Falsafah pengendalian hama yang
digunakan adalah Pengelolaan / Pengendalian Hama Terpadu (PHT). PHT tidak
pernah mengandalkan satu taktik pengendalian saja dalam memcahkan permasalahan
hama yang timbul, melainkan dengan tetap mencari alternatif pengendalian yang
lain.
Beberapa taktik pengendalian hama
yang dikenal meliputi : taktik pengendalian secara mekanis, fisis, hayati,
dengan varietas tahan, mengatur pola tanam, sanitasi dan eradikasi, dan cara
kimiawi.
Subscribe to:
Posts (Atom)