Friday, January 20, 2012

Hormon Alami Perangsang Akar




                Pada umumnya hormon yang digunakan untuk merangsang pertumbuhan akar adalah menggunakan hormon sintetik yang memang praktis dan instan digunakan karena biasanya sudah tersedia di toko pertanian, tapi mungkin jika kita dalam penggunaanya tidak banyak, apabila menggunakan hormon sintetik pasti banyak yang tersisa, maka bisa kita coba hormon yang alami yang bisa kita buat sendiri dirumah tanpa mengeluarkan banyak biaya, dan hormon alami yang bisa kita buat bisa menggunakan umbi bawang merah.
Pada intinya bawang merah mengandung hormon Auxin yang dapat merangsang pertumbuhan akar, seperti untuk merangsang pemercepatan tumbuhnya akar pada bahan stek, dan cangkok. Cara pembuatan ekstraknya adalah demikian :
*    Ambil beberapa umbi bawang merah yang sudah tua.
*    Cuci sampai bersih menggunakan air yang mengalir.
*    Kering anginkan umbi sampai kondisinya kering
*    Masukkan umbi ke dalam lumpang.
*    Tumbuklah sampai umbi-umbi tersebut hancur dan halus.
*    Peraslah hasil tumbukan tersebut seraya airnya disaring.
*    Ekstrak bawang merah yang sudah disaring dimasukkan ke dalam botol bersih.
*    Sementara ampasnya bisa dibuang.
*    Ekstrak bawang merah kemudian bisa langsung bisa dioleskan pada bagian yang nantinya akan mengeluarkan akar.



Sumber: Agrobis Edisi 845

Wednesday, January 18, 2012

Harga Bawang Merah Anjlok Aturan Impor Bawang Tanpa Daun Tak Lagi Dikdaya



Bawang merah hampir sebesar genggaman anak dari India tetap saja masuk ke Brebes, Jawa Tengah yang tengah panen bawang merah. Akibatnya harga bawang merah di Brebes anjlok tinggal Rp 4000/kg, padahal harga pokoknya Rp 5.500/kg.

Pengelola Koperasi Nusantara Jaya, Mudatsir mengatakan bawang merah impor dari India yang masuk ke Brebes adalah dari Jakarta. “Bawang merah India masuk dengan harga Rp 3.500/kg,” tambahnya kepada Sinar Tani.

Menteri Pertanian Suswono saat bertemu dengan para petani bawang merah di Brebes, Jawa Tengah mengatakan semestinya bawang merah dari India tidak akan bisa masuk ke Brebes, karena aturannya bawang merah untuk konsumsi hanya boleh diimpor bila tidak dengan daunnya. Dengan mekanisme itu, maka bawang merah yang dibawa dari India akan cepat busuk. “Kita khawatirkan bawang merah impor beserta daunnya menjadi pembawa penyakit,” jelas Suswono.

Kemungkinan bawang merah itu bisa masuk ke Brebes karena diselundupkan atau permainan pedagang agar bisa memperoleh bawang merah di Brebes dengan harga yang murah. “Saya duga kemungkinan besar bawang merah impor yang masuk ke Brebes adalah penyelundupan atau permainan,” kata Hari Purnama (Ipung) Ketua Gapoktan Bayan Urip Sejati Bulusari, Bulakamba, Brebes.

Sewa Helikopter
Mentan menambahkan bawang merah dengan daun impor hanya boleh masuk bila untuk bibit. Suswono menduga mungkin ada pedagang yang bisa memanfaatkan celah hukum ini atau melakukan penyelundupan. “Kita akan cari mekanisme lain, misalnya pelabuhan masuk bawang merah impor dari wilayah-wilayah yang jauh dari sentra produksi,” tuturnya.

Atau lanjut Suswono bila memang petani sudah bisa menyediakan bibit bawang merah tanpa harus impor, Kementan akan mengusulkan untuk menyetop impor bibit bawang merah.

Sumber Sinar Tani.

Tips Untuk Menjadi Petani Yang Cerdas



1. Membeli Obat (Pestisida) Bukan Karena MERK, Tapi Fungsi dan Kandungan Bahan Aktif.
         Ratusan merk dagang obat (Pestisida) yang beredar di Indonesia. Kita akan bingung memilih jika hanya mengacu pada merk. Biasanya yang membedakan merk obat dengan obat yang lain hanya ZAT PEMBAWA. Apapun merknya, jika kandungan BAHAN AKTIF sama, pasti memiliki fungsi dan sifat yang sama. Semisal bahan aktiv MANKOZEB, berarti fungisida KONTAK untuk mengendalikan jamur secara langsung ketika adanya serangan jamur/fungi pada tanaman. Difenoconazol dan Tebuconazol, berarti fungisida SISTEMIK untuk mengendalikan jamur dengan cara diserap jaringan tanaman dan mencegah tanaman terlebih dahulu sebelum terserang oleh jamur . ABAMECTIN adalah INSEKTISIDA kontak kuat untuk mengendalikan hama TRIP, LIRIOMYZA (Grandong) dan lain sebagainya.
2. Mengenal Sifat Daya Kerja Obat
         Berdasarkan cara kerjanya, obat atau pestisida dikelompokan antara lain RACUN KONTAK, RACUN SISTEMIK, RACUN TRANSLAMINAR dan lain sebagainya. Akan tetapi yang sering kita temui racun kontak dan racun sistemik. Jika obat tersebut racun kontak, maka prinsip kerjanya melindungi dari permukaan atau hama akan mati jika kena obat tersebut (Biasanya dalam cuaca normal memiliki daya kerja 4 hari). Sedangkan racun sistemik masuk kedalam jaringan lewat kutikula maupun stomata (Biasanya dalam cuaca normal memiliki daya kerja 7-10 hari).
3. Menerapkan 5 Kaidah PHT (Pengendalian Hama Terpadu) yaitu;
          a. Tepat sasaran
              Tepat dalam "mendiaknosa" penyakit yang menyerang semisal Bercak Daun apa Busuk Daun.
          b. Tepat jenis
              Jika kita yakin penyakit yang menyerang busuk daun, maka racun kontak yang digunakan berbahan aktiv klorotalonil atau propineb dan racun sistemiknya berbahan aktiv tebuconazol
          c. Tepat waktu
             Waktu penyemprotan:
             Pagi: jam 6-10
             Sore: Jam 3-6
          Racun kontak dapat juga semprotkan pada malam hari, sedangkan racun sistemik TIDAK DAPAT disemprotkan pada malam hari (stomata dan kutikula akan menutup pada saat malam hari jadi tidak efektif untuk meresap obat yang bersifat sistemik). Hal ini bertujuan agar afikasi kerja obat dabat berfungsi secara maksimal. 
          d. Tepat dosis/konsentrasi
          Ikuti petunjuk dan aturan dosis. Biasanya dosis umum yang sering digunakan adalah 1 ml per 1 liter air. Atau 15-17 ml per tangki semprot 17 liter.
         e. Tepat cara penggunaan         
           Obat yang bersifat alkalis tidak dapat dicampur dengan obat yang lain dalam penyemprotan. Jangan menyemprot berlawanan arah angin, karena dengan angin yang berlawanan, semprotan yang dihasilkan oleh sprayer bisa mengenai tubuh petani yang menyemprot. Saat kita bertujuan mengendalikan penyakit karena fungi, sementara hentikan penggunaan pupuk yang mengandung NITROGEN tinggi atau bahan yang mengandung protein tinggi (C, H, O, N).

Tuesday, January 17, 2012

Mekanisme, Rumus Kimia, Sifat Adsorpsi, dan Efek Toksik dari Fungisida dan Fumigant



            Fungisida adalah zat kimia yang digunakan untuk mengendalikan cendawan (fungi). cara masuk ke dalam sistem pembuluh tanaman sehingga akan menyebabkan seluruh bagian tanaman beracun bagi cendawan. Fungisida umumnya dibagi menurut cara kerjanya di dalam tubuh tanaman sasaran yang diaplikasi, yakni fungisida nonsistemik, sistemik, dan sistemik lokal. Pada fungisida, terutama fungisida sistemik dan non sistemik, pembagian ini erat hubungannya dengan sifat dan aktifitas fungisida terhadap jasad sasarannya.
Menurut mekanisme kerjanya, fungisida dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
1.      Multisite Inhibitor
Multisite inhibitor adalah fungisida yang bekerja menghambat beberapa proses metabolisme cendawan. Sifatnya yang multisite inhibitor ini membuat fungisida tersebut tidak mudah menimbulkan resistensi cendawan. Fungisida yang bersifat multisite inhibitor (merusak di banyak proses metabolisme) ini umumnya berspektrum luas. Contoh bahan aktifnya berupa :
a. Thiram

Gambar 2.1 Thiram (google.com,2011)
                        Thiram adalah senyawa dithiocarbamate dimetil yang digunakan sebagai suatu       fungisida untuk mencegah penyakit jamur pada biji dan tanaman selain berfungsi     juga     sebagai bakterisida. Selain itu Thiram juga digunakan untuk mencegah pembusukan           tanaman berada dalam tempat penyimpanan maupun dalam transportasi.
                        Produk thiram dapat berupa serbuk kering, serbuk yang dapat diubah menjadi        cairan, suspensi cairan atau juga dapat dicampur dengan produk fungisida lainnya.
            a.1 Efek Toksologi Thiram:
§  Toksistas akut: Thiram bersifat sedikit toksik jika dicerna dan dihirup, tapi akan bertambah tingkat toksisitasnya jika kontak melalui kulit. Kontak secara akut pada manusia dapat menyebabkan sakit kepala, pusing, kelelahan, diare dan gangguan pencernaan lainnya. Orang dengan gangguan sistem pernapasan atau penyakit kulit, resiko terekspos oleh thiram menjadi meningkat.
§  Toksisitas kronik: Ciri-ciri dari kontak kronis karena thiram pada manusia adalah rasa ngantuk, bingung, kehilangan hasrat untuk hubungan seks, kemampuan bicara berkurang dan menjadi lemah. Kontak yang berlangsung lebih lama lagi akan menyebabkan alergi seperti alergi kulit, mata berair dan sensitif terhadap cahaya.
a.2 Sifat Adsorpsi Thiram pada Lingkungan
§  Pada tanah dan air tanah: Thiram memiliki tingkat yang rendah dalam mempertahankan keberadaannya. Thiram bersifat tidak mampu bergerak pada tanah liat maupun tanah yang memiliki tingkat kandungan zat organik yang tinggi. Karena sifat dengan tingkat kelarutan yang rendah dalam air (30 mg/L) dan memiliki kecenderungan yang kuat untuk mengadsorbsi partikel tanah, thiram memiliki kemungkinan yang kecil untuk mengkontaminasi air tanah.
Waktu paruh hidup thiram dalam tanah adalah 15 hari. Thiram terdegradasi secara cepat pada tanah yang bersifat asam dan memiliki kandungan zat organik yang tinggi. Sebagai contoh, pada tanah humus di pH 3.5, thiram terdekomposisi setelah 4 – 5 minggu, sedangkan pada pH 7.0, thiram terdekomposisi setelah 14-15 minggu.
§  Pada perairan: Dalam air, thiram secara cepat akan rusak akibat hidrolisis dan fotodegradasi, terutama pada kondisi yang asam. Thiram dapat teradsorpsi pada partikel suspensi atau sedimen di sekitar perairan.

           
            b. Cerbendazim
Gambar 2.2 Carbendazim (google.com,2011)
Carbendazim adalah fungisida benzimidazole carbamate dengan penggunaan secara luas yang banyak digunakan. Tingkat toksisitasnya rendah dan kemampuan makhluk hidup untuk mengekskresikannya  tinggi. Pada tingkat dosis yang tinggi, kontak yang berulang dapat menyebabkan terjadinya efek negatif pada proses spermatogenasi pada tikus dan dapat menyebabkan tumor hati pada tikus.
c. Mancozeb

Gambar 2.3 Mancozeb (google.com,2011)            
Mancozeb adalah fungisida bisdithiocarbamate etilen tidak beracun yang banyak diaplikasikan terhadap panyakit tanaman. Mancozeb digunakan untuk melindungi buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan dan tanaman pertanian lainnya melawan penyakit yang disebabkan oleh jamur secara luas. 
            Produk Mancozeb tersedia dalam bentuk serbuk kering, cairan, granula yang terdispersi dalam air, serbuk basah dan formula yang bisa langsung digunakan. Produk ini biasa ditemukan dalam kombinasi antara zineb dan maneb.


c.1 Efek toksologi Mancozeb
§  Toksisitas Akut: Mancozeb pada dasarnya bersifat non-toksik secara kontak oral dengan range 5000mg/kh sampai 11.200 mg/kg pada eksperimen yang dilakukan pada tikus. Melalui uji secara kontak pada kulit juga membuktikan bahwa mancozeb tidak bersifat toksik pada dosis lebih dari 10.000 mg/kg pada tikus dan lebih dari 5.000 mg/kg pada kelinci. Satu dampak yang mungkin dirasakan pada tingkat akut ini adalah rasa gatal pada kulit.
§  Toksisitas kronik: Tidak ada efek toksologi yang tampak pada tikus yang diberi dosis 5mg/hari pada studi jangka panjang. Hal yang menjadi perhatian utama dalam tingkat ini adalah munculnya ethylenethioure (ETU) akibat metabolisme mancozeb dan sebagai hasil kontaminan dari produksi mancozeb. ETU ini juga dapat terproduksi saat produk yang menggunakan mancozeb digunakan untuk produk pertanian yang disimpan atau pada saat produk pertanian digunakan dalam proses memasak. Efek yang dapat terjadi adalah pembesaran kelenjar tiroid, sehingga dapat menganggu proses kelahiran dan dapat menyebabkan kanker pada hewan yang dieksperimen.
            c.2 Sifat Adsorpsi Mancozeb pada Lingkungan
§  Pada tanah dan air tanah: Mancozeb memiliki tingkat kemampuan yang rendah dalam mempertahankan keberadaannya. Waktu paruh hidupnya antara 1 – 7 hari. Mancozeb dengan cepat akan terdegradasi dalam bentuk ETU jika berada dalam lingkungan yang mengandung air dan oksigen. Bentuk ETU dapat hidup dalam waktu yang lebih lama, sekitar 5 – 10 mingg. Karena mancozeb tidak larut dalam air, maka kemungkinannya kecil untuk mengkontaminasi air tanah. Penelitian lebih lanjut mengindikasi bahwa ETU, bentuk metabolisme dari mancozeb, memiliki potensi untuk bergerak dalam tanah. Namun, ETU hanya terdeteksi sebanyak 0,016 mg/L pada studi pada 1 dari 1295 sumur air minum yang dites.
§  Pada perairan: Mancozeb terdegradasi di air dengan waktu paruh hidup 1 – 2 hari pada kondisi sedikit asam sampai kondisi sedikit basa.
2. Monosite Inhibitor
Monosite inhibitor disebut juga sebagai site specific, yaitu fungisida yang bekerja dengan menghambat salah satu proses metabolisme cendawan, misalnya hanya menghambat      sintesis protein atau hanya menghambat respirasi. Sifatnya yang hanya bekerja di satu         tempat ini (spektrum sempit) menyebabkan mudah timbulnya resistensi  candawan. Contoh bahan aktifnya adalah metalaksil dan benalaksil.
      a. Metalaksil



Gambar 2.4 Metalaksil (google.com,2011)
                  Metalaksil adalah bentuk fungsida sistemik yang digunakan sebagai campuran       tanah   untuk mengontrol patogen dalam tanah dan juga digunakan pada benih-benih             tanaman. Contoh tanaman yang menggunakan metalaksil adalah tanaman pangan            termasuk juga tembakau. Metalaksil efektif untuk mengendalikan penyakit jamur     yang    ditularkan lewat tanah. dan udara
      a.1 Efek Toksologi Metalaksil
§  Toksisitas akut: Kontak oral pada tikus pada dosis 669 mg/kg dan kontak pada kulit lebih dari 3100 mg/kg mengindikasikan tingkat toksisitas yang rendah melalui sistem pencernaan dan aplikasi pada kulit. Pada kelinci, terlihat adanya sedikit iritasi pada mata dan kulit.
§  Toksisitas kronik: Pada studi 90 hari pada tikus yang diberi kontak sekitar 0,1 sampai 2,5 mg per hari menunjukkan adanya pembesaran sel pada bagian organ hati. Pada penelitian yang sama yang dilakukan terhadap anjing dengan kontak sebanyak 0,04 sampai 0,8 mg per hari selama enam bulan, menunjukkan bahwa anjing juga mengalami efek yang sama.
      b. Benalaksil
                Gambar 2.5 Benalaksil (google.com,2011)
        Benalaksil bersifat sistemik, diserap lewat akar, batang, dan daun serta ditransportasikan secara akropetal ke bagian-bagian tanaman lainnya. Penggunaan fungisida pada produk setelah dipanen harus di lakukan dengan memperhatikan   banyak aturan (dosis dalam penggunaan). karena dapat menghambat perkembangan  hifa dan kolonisasi fungi mikoriza arbuskula. Hal ini menyangkut pada keamanan    produk. Studi pada tahun 1986 menunjukkan bahwa benalaksil dapat dengan cepat melakukan metabolisme dan diekskresikan dalam tubuh tikus. Sampai saat ini belum ada laporan yang mengindikasikan dampak negatif pada Benalaksil
               
               
2.2 Fumigan
            Fumigan merupakan gas-gas mudah menguap yang dapat membunuh hama serangga. Produk fumigan berdifusi dan masuk ke sela-sela materi dan dilakukan dalam ruangan tertutup terutama digunakan untuk mengendalikan hama digudang-gudang penyimpanan, atau bila tidak digunakan dalam ruangan tertutup bisa dilakukan pada timbunan komoditas yang ditutup rapat dengan terpal.
            Fumigasi juga digunakan untuk mengendalikan tikus dengan cara memasukkan gas/asap beracun ke dalam lubang – lubang sarang tikus. Salah satu cara yang paling banyak digunakan petani adalah membakar sabut yang dicampur belerang ke dalam emposan tikus, kemudian masukkan asapnya ke lubang tikus. Umumnya perhitungan takaran aplikasinya berdasarkan dosis penggunaan untuk setiap meter kubik. Takaran juga bisa dinyatakan jumlah pestisida per kg komoditas yang akan difumigasi.
            Contoh fumigan adalah aluminium fosfida dan metil bromida, yang dijual sebagai pestisida terbatas pakai dengan berbagai nama dagang. Salah satu formasi aluminium fosfida berbentuk tablet. Fumigasi dilakukan dengan cara menaburkan tablet ke dalam gudang.  Tablet juga bisa diinjeksikan langsung ke dalam tumpukan biji-bijian dengan alat khusus. Setelah diaplikasikan tablet akan berbentuk gas aluminium fosfida karena reaksi dengan uap air yang ada di gudang. Disimpan secara curah atau yang disimpan dikarung. semua fumigan merupakan gas berbahaya oleh karena itu dalam penggunaanya harus dilakukan oleh personil yang terlatih dan bersertifikat(dan metil bromida CH3Br).


            Metil Bromida dikenal sebagai fumigan yang sangat efektif membunuh serangga hama gudang. Akan tetapi penggunaan Metil Bromida sangat dibatasai dan pada akhirnya dihapuskan (phase-out) karena terbukti merusak lapisan ozon. Dalam penggunaan fumigan harus disesuaikan dengan dosisi yang dianjurkan karena fumigan mengandung zat-zat racun berbahaya bagi tubuh.  Saat aplikasi fumigasi pengguna harus mengguanakan alat pelindung tubuh yang memadai, sedapat mungkin menggunakan masker gas/respirator khusus untuk kegiatan tersebut.

Aplikasi Feromon-Exi untuk Mengendalikan Ulat Bawang Merah (Spodoptera exigua)



               
Ulat Bawang Merah (Spodoptera exigua) merupakan hama endemik di sentra produksi bawang merah Kabupaten Brebes dengan tingkat serangan sangat tinggi.





Tindakan pengendalian yang biasa dilakukan petani adalah penyemprotan berbagai jenis insektisida yang dilakukan secara intensif setiap 3-4 hari. Hal ini dilakukan petani karena menurut beberapa petani jika hama ulat bawang merah tidak dikendalikan secara intensif dapat menurunkan hasil hingga 40%. Namun demikian, penyemprotan insektisida secara intensif meningkatkan biaya untuk pemeliharaan tanaman, yaitu pengendalian hama hingga 20-25%. Selain itu, penggunaan insektisida yang berlebihan juga dapat mencemari lingkungan.
                Teknologi alternatif baru yang lebih efektif, efisien, dan ramah lingkungan untuk mengendalikan ulat bawang merah adalah dengan menggunakan feromon. Feromon merupakan senyawa kimia yang digunakan serangga untuk berkomunikasi dalam satu spesies (sejenis). Feromon yang digunakan oleh serangga jantan dan betina dewasa pada saat kawin (kopulasi) disebut feromon seks. Feromon seks inilah kemudian oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen) dibuat sintetiknya dan dapat digunakan sebagai penarik ngengat jantan dewasa. BB-Biogen berhasil memformulasikan senyawa sintetik yang berperan sebagai feromon seks ulat bawang yang diberi nama Feromon-Exi.
                Selain Feromon-Exi, BB-Biogen juga berhasil mengembangkan Perangkap-Exi. Perangkap –Exi merupakan perangkap berferomon yang mampu menangkap dan membunuh serangga jantan. Perangkap-Exi sangat sederhana dan murah namun efektif mengendalikan hama ulat bawang merah, sehingga akan sangat terjangkau oleh petani.
                Jumlah Perangkap-Exi yang dipasang jika pemasangan dilakukan secara individu sekitar 20 unit/Ha. Jika pemasangan secara bersama-sama pada satu hamparan, jumlah Perangkap-Exi berkurang yaitu sekitar 10-12 unit/Ha.
                Hasil percobaan di sentra produksi bawang merah Brebes, Jawa Tengah pada tahun 2006, satu Perangkap-Exi mampu menangkap dan membunuh serangga jantan sekitar 400-500 ekor/malam. Dan setiap musim mampu menangkap dan membunuh serangga jantan hingga 125.000 ekor/Ha.
                Keberhasilan percobaan pengunaan Feromon-Exi mengendalikan ulat bawang merah di Brebes diadopsi dan diimplementasikan pada unit percontohan M-P3MI di Kabupaten Cirebon. Pada saat sosialisasi yang dilakukan oleh peneliti BB-Biogen, petani sangat antusias dan langsung tertarik untuk menerapkan inovasi tersebut di lahannya.
                Setelah disosialisasikan, kemudian praktek lapang pemasangan Perangkap-Exi pada unit percontohan M-P3MI, yaitu pada salh satu lahan anggota kelompok tani seluas 1 Ha. Jumlah Perangkap-Exi yang dipasang sebanyak 12 unit, sehingaa dalam satu hamparan unit percontohan (15Ha) akan dipasang sebanyak 180 unit.

                Praktek lapang dimaksudkan untuk meningkatkan dan mempercepat pemahaman petani tentang cara pemasangan Perangkap-Exi. Dengan demikian, petani tidak akan melakukan kesalahan pada saat mengaplikasikan Perangkap-Exi di lahannya masing-masing.

                Maka dari itu bisa di garis bawahi bahwa penggunaan Feromon-Exi ini memiliki beberapa kelebihan:
-Teknologi ini bersifat ramah lingkungan, tidak mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan.
-Bersifat selektif untuk spesies hama tertentu.
-Mampu menekan populasi serangga secara nyata.
-Biaya yang dialokasikan lebih murah. Sebagai perbandingan penggunaan perangkap lampu membutuhkan biaya sekitar 1-2 juta rupiah tiap hektarnya, belum termasuk tambahan biaya untuk penyemprotan insektisida. Sementara itu, penyemprotan insektisida secara intensif dapat memakan biaya hingga 6 juta rupiah.

                Sumber Sinar Tani edisi 13-19 Juli 2011 No. 3414 Tahun XLI (Hal. 15)

Fungisida Sistemik


Fungisida Sistemik
Fungisida Sistemik Untuk Mengatasi Pencegahan Infeksi Jamur
 Seperti halnya insektisida, menurut cara kerjanya fungisida pun dapat dikelompokkan menjadi kelompok fungisida sistemik dan kelompok fungisida kontak.
Jika fungisida kontak bekerja melalui paparan langsung pada cendawan sasaran, fungisida sistemik bekerja dengan cara masuk ke dalam sistem pembuluh tanaman sehingga akan menyebabkan seluruh bagian tanaman beracun bagi cendawan.
Keuntungan dari fungisida sistemik ini adalah efek residu dapat bertahan cukup lama di dalam tubuh tanaman, berkisar 1 minggu hingga 1 bulan tergantung dengan jenis bahan aktifnya. Selain lebih toleran terhadap pengaruh cuaca seperti hujan yang dapat membasuh residu fungisida pada permukaan tubuh tanaman, fungisida sistemik juga tidak memerlukan pemberian yang mensyaratkan terjadinya kontak langsung dengan cendawan pada saat pengaplikasiannya.
Fungisida sistemik bekerja secara spesifik melalui perusakan kimia enzim jamur seperti seperti merusak "akar", mengganggu pembentukan tabung kecambah, dan ada juga yang mengganggu pembentukan spora. 
Hampir semua fungisida sistemik dilengkapi dengan bahan aktif fungisida kontak. Fungisida kontak akan membunuh cendawan yang terkena paparan bahan aktif, sedangkan yang terhindar dari paparan akan "teracuni" oleh bahan aktif sistemik yang diserap tanaman inang yang kemudian diserap kembali oleh cendawan terebut.
Kemampuan sistemik dan kontak inilah yang membuat harga fungisida sistemik yang cukup mahal di pasaran, hal ini membuat banyak orang mengaplikasikannya sebagai senjata terakhir pada saat serangan cendawan pada tanaman sudah menjadi parah. Sebenarnya cara Ini adalah cara yang tidak tepat, karena cendawan dewasa memiliki daya tahan hidup lebih kuat, sehingga cendawan yang tidak mati karena terkena paparan bahan aktif kontak dan dosis bahan aktif sistemik yang kurang, dapat menjadi resisten terhadap bahan aktif yang terkandung di dalam fungisida. Jika perlakuan diaplikasikan pada saat cendawan baru tumbuh dengan kondisi yang masih lemah, kecil kemungkinanan cendawan bisa bertahan ketika menyerap zat aktif sistemik.
Bahan-bahan aktif yang dapat ditemui terkandung di dalam fungisida sistemik adalah Benomyl, Thiram, Carbendazim, Mancozeb, Oksadisil, Propineb, dan Metalaksil.
Benomyl (dipasarkan sebagai Benlate) adalah fungisida yang diperkenalkan pada tahun 1968 oleh DuPont. Benomyl adalah fungisida sistemik benzimidazole yang bersifat racun selektif bagi mikroorganisme dan invertebrata, khususnya cacing tanah. Benomyl mengikat mikrotubulus , mengganggu fungsi sel seperti meiosis dan transportasi intraseluler.
Toksisitas selektif benomyl sebagai fungisida adalah efeknya  tinggi terhadap jamur daripada mikrotubulus mamalia.
Thiram adalah senyawa  dithiocarbamate dimetil  yang digunakan sebagai suatu fungisida  untuk mencegah penyakit jamur pada biji dan tanaman selain berfungsi juga sebagai bakterisida.

Carbendazim adalah fungisida benzimidazole dengan spektrum luas yang  banyak digunakan. Penggunaan
Carbendazim diuslkan dilarang oleh Badan Kimia Swedia dan disetujui oleh Parlemen Eropa pada tanggal 13 Januari 2009, namun fungisida kontroversial ini secara luas digunakan di Queensland, Australia pada perkebunan macadamia.

 Mancozeb adalah fungisida bisdithiocarbamate etilen tidak beracun yang banyak diaplikasikan. Mancozep efektif terhadap penyakit tanaman yang disebabkan Phytophthora, Anthracnose, Botrytis, Fusarium, Pythium, Alternaria, Early and Late Blight, Powdery and Downy Mildew, Bacterial Spot, Verticillium, Angular Leaf Spot, Trichoderma, dan lain-lain.

Oksadisil adalah fungisida yang bekerja dengan cara menghambat salah satu proses metabolisme cendawan. Sifat oksadisil yang hanya bekerja pada spectrum sempit ini beresiko menyebabkan timbulnya resistensi dari candawan. 
Seperti halnya Thiram dan Mancozeb, Bahan aktif propineb bekerja dengan cara menghambat beberapa proses metabolisme cendawan. Sifatnya yang multisite inhibitor ini membuat fungisida tersebut tidak mudah menimbulkan resistensi cendawan. Fungisida yang bersifat multisite inhibitor (merusak di banyak proses metabolisme) umumnya berspektrum luas. 

Metalaksil adalah bahan aktif yang juga tergabung dalam kelompok fungisida yang bekerja dengan cara menghambat salah satu proses metabolisme cendawan. Beberapa Merek Fungisida Sistemik di Pasaran
 NamaBahan Aktif
 -  Benlate T 20/20 WP Benomyl 20% + Tiram 20%
 -  Delsene MX 80WP Carbendazim 6.2% + Mancozeb 73.8%
 - Saaf 75 WP Mancozeb 63% + Carbendazim 12%
-  Makaliette 35/35 WP Alumunium Fosetil 36.9% + Mancozeb 36.9%
 -  Pruvit PR 10/56 WP Oksadisil 10% + Propineb 56%
 -  Ridomil MZ 8/64 WPMetalaksil 8% +  Mancozeb 64%
 - Unilax 72 WP Mancozeb 64% + Metalaxil 8%
 -  Sandovan MZ 10/56 WP Oksadisil 10% + Mancozeb 56%
 - Cougar 280 SC Azoxistrobin 200 + Cyproconazole 80

Jadi gunakanlah selalu fungisida sistemik sebagai pencegahan serangan cendawan
Sumber:
 - http://agri-man.blogspot.com
 - http://epetani.deptan.go.id/budidaya/hama-dan-penyakit-padi-13
 - http://en.wikipedia.org/wiki/Benomyl